Kelvin To, dosen Departemen Mikrobiologi University of Hong Kong, menyatakan musim dingin kali ini terbukti jauh lebih dingin serta lebih kering dan panjang daripada tahun sebelumnya. "Itu meningkatkan daya tahan virus dan penularannya," katanya.
To dan timnya mengamati bahwa pasien yang jatuh sakit parah musim dingin ini mengembangkan "efek sitokinin", ketika sistem kekebalan bekerja secara berlebihan, tak hanya membunuh virus, tapi juga jaringan yang sehat. "Kekacauan dalam sistem imun ini memicu penurunan sejenis antibodi penting dalam darah pasien, immunoglobulin G2, yang amat penting dalam pertahanan kita terhadap berbagai jenis bakteri yang menyebabkan infeksi sekunder pada pasien influenza parah," kata To.
Mereka berencana "memanen" antibodi dari plasma darah pasien yang sudah pulih dan menggunakannya untuk mengobati pasien sakit parah dalam beberapa pekan mendatang. "Sasaran kami lebih dari 70 pasien," kata To. "Epidemi tengah berlangsung. Kami terus-menerus menerima pasien dalam studi ini. Kami yakin antibodi yang terkonsentrasi akan jauh lebih efektif daripada plasma biasa dari pasien yang baru sembuh."
Uji klinis ini adalah lanjutan dari studi sebelumnya yang menemukan bahwa pasien flu parah memberi respons baik ketika diobati dengan plasma dari pasien yang telah pulih.
To mengatakan pasien tahun ini mengalami penurunan antibodi dua hingga empat kali lipat.
H1N1 telah menewaskan 10 orang di Hong Kong dan 51 orang harus dirawat secara intensif sejak 24 Januari lalu, dengan usia median pasien di ICU adalah 51,5 tahun, lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Tahun ini jumlah kasus flu yang disebabkan oleh virus flu babi H1N1 mencapai 90 persen dari seluruh kasus flu, naik dari 40 persen pada tahun lalu.
REUTERS | TJANDRA DEWI