TEMPO.CO, Leuven - Mengapa manusia bisa merasa sedih 240 kali lebih lama dibandingkan saat merasa malu, terkejut, jengkel, atau bosan? Itu karena kesedihan, atau kegalauan, sering muncul bersamaan dengan peristiwa yang memiliki dampak besar terhadap emosi manusia, seperti kematian dan kecelakaan.
Studi yang dilakukan oleh Philippe Verduyn dan Saskia Lavrijsen dari University of Leuven di Belgia mengungkapkan lebih dalam penyebab kondisi tersebut. Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Motivation and Emotion dari Springer ini juga memberikan beberapa fakta tentang kesedihan.
"Yang jelas, Anda akan lebih lama mengendalikan kesedihan dibandingkan perasaan lain," tulis keduanya, seperti dikutip dari Sciencedaily, Selasa, 4 November 2014. (Baca: Ini 11 Langkah Selamatkan Diri dari Gagal Move On)
Dalam studi ini, keduanya meminta 233 siswa sekolah menengah atas untuk mengingat kembali kejadian emosional yang dialami dalam waktu dekat. Selain itu, para peserta diminta untuk menuliskan cara penanganan kondisi tersebut dan jangka waktu yang diperlukan.
Perbedaan yang signifikan memang sangat terlihat dalam jangka waktu penanganan perasaan sedih. Dari 27 jenis emosi, menurut keduanya, kesedihan memang paling sulit ditangani dibandingkan jengkel atau bosan. "Sebaliknya, bosan akan hilang dalam hitungan menit," ujar para peneliti. (Baca juga: Sosok Ndeso Jokowi Lebih Disukai Pemilih Galau)
Dari survei diketahui penyebabnya adalah ada kejadian yang berimplikasi kuat. Bukannya hilang, memori tentang kejadian tersebut makin lama semakin kuat. Itu sebabnya, "Peristiwa tersebut terulang terus dalam ingatan dan menyebabkan kesedihan berkepanjangan," kata Verduyn.
Menurut Verduyn, jangka waktu perasaan galau akan semakin panjang apabila seseorang juga tak mau melepas keadaan tersebut. Maksudnya, tulis dia, kejadian tersebut terus diingat dalam pikiran.