"Campuran sintetis itu mengandung senyawa trimethylamine dan nonanal dalam dosis rendah, tapi cukup untuk memikat nyamuk Culex seperti substansi lain yang ada sekarang," kata Leal. Bedanya, substansi baru ini tak berbau bagi hidung manusia.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal PLoS One itu dapat memainkan peran kunci dalam program pemantauan dan pengendalian spesies Culex yang menularkan beragam penyakit seperti virus West Nile, encephalitis, dan lymphatic filariasis atau kaki gajah.
Oviposition atau perangkap nyamuk betina hamil bekerja dengan cara memikat nyamuk pengisap darah itu untuk meletakkan telur di dalamnya. "Tapi bau perangkap infus air dan bahan kimia itu sangat tajam," tutur Leal. Bau yang mirip dengan aroma kakus itu sangat mengganggu orang yang tengah memonitor perangkat dan warga sekitar.
Bau mengganggu itulah yang mendorong para ilmuwan universitas tersebut melakukan pendekatan terhadap berbagai bidang ilmu untuk menemukan substansi pemikat nyamuk Culexdari bahan kimia yang lebih ramah lingkungan. Riset lapangan mereka dilakukan di Recife, Brasil, daerah yang populasi Culex quinquefasciatus-nya sangat tinggi.
Hasil riset menunjukkan bahwa kombinasi trimethylamine dan nonanal menunjukkan kemampuan setara dengan cairan pemikat berbau busuk yang digunakan saat ini. "Substansi ini jauh lebih unggul karena berhasil menyingkirkan bau yang menusuk," tutur Leal.
Laboratorium Leal meneliti bahan attractant itu dengan dua cara. Mereka menggunakan pendekatan ekologi kimia yang umum digunakan untuk menemukan bau yang memikat nyamuk.
Adapun cara kedua, Leal menyebutnya "kebalikan dari ekologi kimia", yakni meneliti indra penciuman setelah mengidentifikasi substansi penarik nyamuk.
Menurut Leal, senyawa yang digunakan dalam riset itu sederhana dan murah. "Ini juga bermanfaat, tidak hanya bagi kami, tapi juga bagi negara dunia ketiga yang menghadapi masalah Culex quinquefasciatus," ujarnya.
LIVESCIENCE