TEMPO.CO, London -- Produsen ponsel pintar, BlackBerry, mulai membahas opsi pengembangan bisnisnya, termasuk keputusan untuk menjual perusahaan. Anggota Dewan Direksi BlackBerry, Timothy Dattels, akan memimpin panitia yang akan membahas perubahan model bisnis, termasuk partnership.
BlackBerry menargetkan kenaikan penjualan model BlackBerry 10 sebagai masa depan perusahaan. "Kami percaya saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membahas strategi bisnis alternatif," kata Dattels seperti dilansir BBC pada Senin, 12 Agustus 2013.
Ketua Pemegang Saham BlackBerry dari Fairfax Financial, Prem Watsa, mengundurkan diri dari posisinya setelah pembentukan panitia. Watsa menyatakan dirinya menghindari potensi konflik kepentingan. "Saya akan terus menjadi pendukung BlackBerry, termasuk untuk dewan direksi dan manajemen, agar maju dalam proses," kata Watsa. Watsa menyatakan Fairfax Financial tidak berniat menjual kepemilikan sahamnya di BlackBerry.
BlackBerry mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir menghadapi persaingan saham yang kalah dari Apple dan Android dari Google.
Peneliti teknologi dari IDC, Francisco Jeronimo, menilai pernyataan BlackBerry dalam mempersiapkan panitia yang membuka kemungkinan penjualan perusahaan mengejutkan. "Jelas bahwa mereka belum menemukan investor yang berminat membeli BlackBerry atau membentuk partnership," kata Jeronimo.
Jeronimo menilai BlackBerry memiliki aset yang kuat dan merupakan salah satu pelaku industri telekomunikasi dengan portofolio yang diperhitungkan. "Pertanyaannya sekarang adalah berapa yang mereka minta dan apa yang mereka tawarkan," kata Jeronimo.
Perusahaan asal Kanada tersebut mengganti brand Research In Motion menjadi BlackBerry pada Januari 2013, bertepatan dengan peluncuran produk terbaru mereka, model BlackBerry 10. Pada kuartal terakhir, BlackBerry mencatat kerugian sebesar US$ 84 juta atau Rp 864,3 miliar dan diperkirakan akan terus merugi hingga akhir Agustus.
BBC | ISMI DAMAYANTI