TEMPO.CO, Jakarta - Dalam perayaan ulang tahun ke-25 Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang diselenggarakan di kediamannya, di Jakarta Selatan, Bacharuddin Jusuf Habibie menceritakan pengalaman mendirikan lembaga tersebut pada seperempat abad lalu.
"Tak mudah, penuh kendala," ujar Presiden Indonesia ketiga itu dalam pidatonya, Minggu, 24 Mei 2015. Menurut dia, pendirian dan pengembangan Akademi merupakan perjalanan panjang yang tak akan pernah selesai.
Rencana pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, Habibie bercerita, sudah dicanangkan sejak awal kemerdekaan. Pencanangan tersebut selalu diterbitkan secara rutin dalam Organization for Research in Indonesia News sejak Mei 1950. Terbitan berkala ini lahir atas prakarsa founding fathers saat itu.
"Namun rencana tersebut tertunda hingga empat dekade," kata Habibie. Setelah 40 tahun, tepatnya pada 13 Oktober 1990, Akademi pun berdiri dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pengajuan undang-undang dari draf sampai disetujui juga memakan waktu sekitar tujuh tahun. "Saya sudah menyiapkannya sejak 1983," kata Habibie. Meski sudah didukung Soeharto, presiden saat itu, tapi beberapa kalangan di parlemen masih mempertanyakan fungsi Akademi. "Buat apa bikin Akademi? Di sini sudah banyak sekolah D3," kata dia menirukan pertanyaan rekan sejawatnya saat itu.
Padahal, menurut Habibie, Akademi saat itu sangat dibutuhkan guna memberi masukan ilmiah dalam pengembangan negara. "Lha, kok malah dikira mau dibikin sekolah D3."
Kini Akademi sudah menginjak umur perak. Habibie berharap Akademi dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih jauh. Tujuannya, kata dia, mewujudkan Indonesia maju dan sejahtera. "Para ilmuwan harus merdeka dan bebas berpikir, serta memiliki kepedulian tinggi terhadap negara," ujarnya.
Habibie optimistis pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia akan semakin bertambah baik seiring banyaknya warga negara yang mengenyam pendidikan tinggi. Menurut dia, Akademi harus memiliki dampak lebih untuk masyarakat. "Ilmu harus melahirkan konsep untuk memajukan negeri."
Di tempat yang sama, Ketua Akademi, Sangkot Marzuki, menyatakan sepakat atas pidato Habibie. Menurut dia, pengembangan negara memang harus seiring sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. "Begitu pun sebaliknya," kata Sangkot. Dia mengatakan, perayaan ulang tahun Akademi ke-25 merupakan momen penting untuk menggaungkan ilmu pengetahuan.
Selain mendengarkan pidato dari Habibie, Sidang Terbuka Akademi juga melantik 10 anggota baru. Kesepuluh orang ini terpilih menjadi anggota baru Akademi 2015 dari 18 orang yang diajukan. "Seleksinya melewati berbagai tahapan," kata Sangkot. Proses seleksi dilakukan sejak November 2014. Tiap-tiap ketua komisi bidang ilmu pengetahuan mengajukan nama-nama kandidat untuk dipilih oleh 45 anggota Akademi yang memiliki hak suara.
Sesuai dengan Undang-undang Akademi, untuk dapat masuk menjadi anggota Akademi, tiap calon anggota harus dicalonkan oleh tiga orang anggota. Kemudian, tiap nama calon harus mendapatkan dukungan dari seperempat total anggota agar bisa diajukan ke tahap pemilihan. Untuk terpilih dalam tahap akhir, calon harus mendapatkan dukungan sedikitnya dua per tiga anggota dalam pemilihan tertutup.
Sejak didirikan 25 tahun lalu, Akademi kini baru memiliki 70 anggota ditambah 10 anggota baru. Jumlah ini, menurut Habibie, masih terlalu kecil dibandingkan jumlah warga Indonesia yang mencapai 250 juta. "Harus ditingkatkan, setidaknya sampai 1.000."
AMRI MAHBUB