TEMPO.CO , Bandung: Tim mahasiswa dari Unit Robotika Institut Teknologi Bandung membutuhkan waktu selama 9 bulan untuk membuat sepasang robot pemain ganda badminton dari nol.
Sempat kalah bertanding beberapa kali di tingkat regional, robot bernama Dagominton, itu berhasil menjadi kampiun di ajang Asia-Pasific Broadcasting Union (ABU) Robocon Indonesia medio Juni 2015. Robot itu juga pernah hilang kendali hingga menakutkan panitia.
Ketua Tim Dagominton, Restu Ikhsanul Fikri, mengatakan membuat robot pemain badminton merupakan pengalaman perdana bagi unit robot itu. Pembuatannya mengacu pada ketentuan panitia lomba yang kali ini menantang peserta untuk membuat robot pemain ganda bulutangkis.
“Sejak Agustus 2014, kami bentuk tim, membahas robotnya seperti apa selama dua bulan hingga keluar desain,” kata Restu saat ditemui di Unit Laboratorium Robotika ITB.
Awal 2015, proses produksi robot dimulai. Pengerjaannya dimulai dari bagian bawah yakni kerangka segi delapan yang dipasangi 4 buah roda. Roda tersebut bisa membuat robot bergerak maju-mundur dan kiri-kanan untuk menangkis pukulan shuttlecock lawan.
Setelah robot jadi selama sebulan pembuatan, pada Maret hingga April, tim berlatih mengendalikannya di lapangan bulutangkis. Anggota tim lain juga membangun sebuah robot pemain pasangannya yang beroda tiga atau robot pelontar service bola ke lawan.
Komponen robot tersebut juga terdiri antara lain, motor, mikrokontroler, baterai, dan sensor infra red untuk mendeteksi shuttlecock yang dijatuhkan dari tabung untuk dipukul ke area lawan. Setiap robot juga dilengkapi raket berjumlah 3 dan 5 buah. Posisinya tak hanya di bagian atas, tapi juga ditempatkan di bagian bawah untuk menangkis bola yang menukik.
“Perintah gerakan raket berasal dari pemain yang memegang game stick console lewat bluetooth,” kata Restu, mahasiswa Teknik Mesin ITB 2011. Kendali itu mereka pakai dari perangkat permainan Play Station.
Perintah bergerak dan memukul raket dari pemain itu diterima sepasang mikrokontroler di kotak mesin yang ditempatkan di bagian bawah robot. Tenaganya berasal dari tiga unit batu batere untuk mengoperasikan sistem dan penggerak. Adapun tenaga pendorong memukul raket, mereka menggunakan tekanan angin yang disimpan di belasan tabung bekas botol air minum kemasan.
“Daya tahan baterai dan tenaga angin itu berkisar 10-15 menit, rata-rata robot main sekitar 5 menit,” kata awak tim lainnya, Rendy Wandarosanza.
Rendi dan kru yang menangani elektronika robot, beberapa kali sempat mengalami kendala komponen, seperti kabel putus di dalam hingga solderan yang lepas hingga membuat robot sampai hilang kendali. “Ada ibu yang ketakutan, robotnya saya kejar lalu dimatikan,” katanya.
ANWAR SISWADI