TEMPO.CO, Jakarta - Trend Micro, perusahaan perangkat lunak keamanan, merilis laporan analisis keamanan cyber kuartal kedua, April-Mei 2015. Laporan yang mencakup tren global dan Indonesia itu bertajuk A Rising Tide: New Hacks Threaten Public Technologies. "Ternyata kejahatan cyber mulai membidik sektor fasilitas umum, politik, dan perusahaan kecil-menengah," kata Andreas Kagawa, Country Manager Trend Micro Indonesia, Kamis, 27 Agustus 2015.
Menurut Kagawa, banyak celah di sektor tersebut yang bisa disusupi para peretas melalui program berbahaya alias malware. Ini karena kurangnya perhatian terhadap keamanan data. Keamanan, menurut dia, kerap dianggap sebelah mata. Padahal Kagawa menilai malware dapat menjadi ancaman serius. Sebab, kini tak hanya pencurian yang bisa dilakukan, tapi juga penyanderaan data. Sektor transportasi pun bisa bermasalah.
Berita Menarik
Ada Tuhan di Banyuwangi, Kini Heboh Ada Nabi di Mataram!
Datang ke Jakarta, Ini Alasan 'Tuhan' Tak Mau Mengubah Nama
Menurut laporan Trend Micro, para peretas kembali menggunakan metode peretasan lama dengan menyusup melalui penggunaan malware. Salah satu jenis malware itu adalah Angler. Biasanya, peretas menggunakan Angler melalui situs Internet. Caranya, mengalihkan jalur alamat situs tujuan ke alamat yang sudah dibuat peretas sebelumnya. Tujuannya, membenamkan malware secara diam-diam.
Setelah itu, menurut Kagawa, targetnya bergantung pada tujuan para peretas. Dia menjelaskan, ada peretas yang memang ingin mencuri data untuk dijual dan ada pula yang menyandera data untuk meminta uang tebusan. Tujuan yang disebut terakhir, ucap Kagawa, biasanya menggunakan malware bernama Cryptowall atau CryptoLocker. Malware jenis ini akan mengunci data para pengguna yang ada di hard drive.
Jangan Lewatkan
Kisah Pria Kontroversial: Tiba di Jakarta, Tuhan Kaget
Luna Maya Terkejut karena Kado Mesra dari Pria Ini
Sepanjang kuartal kedua 2015, Trend Micro mencatat, setidaknya ada dua kasus pencurian data pribadi terbesar yang pernah ada dengan menggunakan malware. Yakni kasus yang menimpa Internal Revenue Services, kantor pajak Amerika Serikat, yang terjadi pada Mei 2015 dan Office Personnel Management, semacam kantor catatan sipil Amerika, pada Juni 2015. Imbas dari penyusupan ini adalah tercurinya informasi pribadi 21 juta warga Amerika.
Menurut Kagawa, perangkat bergerak seperti telepon seluler pintar dan komputer jinjing juga tak kalah rentan. Peneliti dari Trend Micro berhasil mengungkap malware bernama SwiftKey Vulnerability, yang mampu membaca setiap huruf yang kita tulis.
Di Indonesia, jumlah malware yang tercatat Trend Micro sebanyak 700 ribu file. Jumlah tersebut setara 0,6 persen dari total malware baru yang ada di Asia-Pasifik selama kuartal kedua 2015. Sality masih mendominasi jumlah malware, disusul GAMARUE, Virux, dan Ramnit.
Warga Indonesia, tutur Kagawa, harus mulai peduli terhadap keamanan data mereka. "Negara sekelas Amerika saja bisa ditembus, apalagi hanya personal."
AMRI MAHBUB
Baca Juga
Pria Ini Cangkok Alat Intim Bionik, Begini Cara Kerjanya
Pengemis Naik Haji: Simpan Rp 5000/ Hari, Pernah Makan Bata
Lihat, Di Sini Orang Suka Ria Berenang Bersama Harimau!