TEMPO.CO, London - Orang Mesir kuno memiliki resep khusus untuk mengatasi pelbagai masalah kesehatan, termasuk efek buruk alkohol. Sebuah naskah papirus yang ditulis dalam bahasa Yunani menyebutkan resep daun Alexandrian chamaedaphne (Ruscus racemosus L.) bisa mengobati sakit kepala akibat alkohol. Daun-daun tanaman itu dijalin dan dipakai sebagai kalung di leher para pemabuk.
Belum diketahui persis apakah resep anti-mabuk yang ditulis di atas lembaran papirus berusia 1.900 tahun itu manjur atau tidak. Namun, seperti ditulis The Telegraph, para penduduk pedalaman di Kamboja biasa menghirup daun yang sama untuk mengatasi nyeri sakit kepala dan vertigo.
Resep anti-mabuk dalam papirus itu adalah satu dari 500 ribu naskah, sebagian besar berisi resep obat, yang ditemukan di Oxyrhynchus, sebuah kota kuno di Mesir. Kumpulan naskah itu pertama kali ditemukan dua orang ahli bahasa, Bernard Grenfell dan Arthur Hunt, sekitar seabad lalu. "Ini merupakan koleksi papirus resep terbesar yang pernah dipublikasikan," kata Vivian Nutton, profesor di University College London, yang memimpin riset itu.
Beberapa naskah juga memuat cara pengobatan penyakit lainnya. Ada resep pengobatan kasus penyakit seperti wasir, masalah gigi, dan kasus operasi mata.
Ada selusin naskah yang berisi cara pembuatan obat mata bernama Collyrium. Naskah lainnya juga mengungkapkan cara untuk mengobati penyakit mata berlendir. Bahannya antara lain serpihan tembaga, timah putih, daun starch, mawar kering, air hujan, karet Arab, dan tumbuhan Celtic spikenard.
Meski tampak berbahaya, pengobatan itu tergolong ringan jika dibandingkan dengan metode operasi mata. Satu bagian papirus memuat catatan tentang operasi pembalikan kelopak mata. Padahal tindakan ini bisa menyebabkan iritasi parah. Operasi ini jelas berbahaya karena saat itu belum ditemukan anestesi.
Menurut David Leith, ahli sejarah dari Universitas Exeter yang menerjemahkan naskah, resep-resep itu adalah irisan antara kepercayaan magis dan medis. "Beberapa tabib kuno tak suka disebut memakai obat ajaib, tapi kondisi ini sebenarnya jarang terjadi," katanya.
LIVE SCIENCE | THE TELEGRAPH | AMRI MAHBUB