Yogyakarta Sering Dilanda Cuaca Ekstrem, Ini Kata Pakar ITB
Reporter
Erwin Prima
Editor
Erwin Prima
Rabu, 29 November 2017 09:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menyusul cuaca ekstrem yang melanda Yogyakarta kemarin, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta menginstruksikan sikap waspada di sejumlah wilayah rawan banjir, khususnya di bantaran tiga sungai besar yang membelah kota tersebut.
Baca: Korban longsor Kali Winongo Yogyakarta Ditemukan Tak Bernyawa
“Untuk daerah bantaran sungai, kami sudah dalam sikap waspada penuh jika sewaktu-waktu banjir dan harus segera mengungsi ke lokasi aman yang ditentukan di tiap pos,” ujar Kepala BPBD Kota Yogyakarta Agus Winarta di sela evakuasi korban bencana longsor Kali Winongo, Selasa sore, 28 November 2017.
Banjir bahkan melanda wilayah Gunungkidul, daerah yang selama ini sering dilanda kekeringan. "Ada sekolah terendam banjir 80 sentimeter dan nelayan tidak melaut," ucap Koordinator Search and Rescue (SAR) Wilayah II Gunungkidul Marjono, Selasa.
Selain itu, hujan, angin kencang, dan ombak tinggi terjadi di wilayah laut selatan. Para nelayan di Gunungkidul pun tak bisa melaut seperti biasa. "Di Pantai Baron, para nelayan tidak melaut. Baru kali ini pada musim hujan tidak melaut," tuturnya.
Armi Susandi, pakar cuaca dan iklim dari Institut Teknologi Bandung, mengungkap penyebab Yogyakarta sering dilanda cuaca ekstrem dibanding kota lain. “Yogyakarta merupakan wilayah yang berbeda dengan wilayah kota lain, karena Yogya adalah wilayah dengan pola tekanan lebih rendah dibanding wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur,” katanya saat dihubungi, Rabu pagi, 29 November 2017.
Akibat kondisi pola tekanan yang lebih rendah tersebut, menurut Armi, serangan cuaca ekstrem melanda Yogya, bahkan ketika tidak ada siklon, seperti siklon tropis Cempaka. “Tidak ada siklon pun, di Yogya sering terjadi angin kencang seperti puting beliung,” ucap Armi.
Adapun serangan cuaca ekstrem kemarin menyusul siklon tropis Cempaka yang melanda Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Armi berujar, terjadinya siklon tropis Cempaka karena dua hal, yaitu adanya pusat tekanan sangat rendah di laut (lebih dari 850 mb) dan temperatur di atas 26,5 derajat C.
Armi juga memprediksi serangan cuaca ekstrem seperti siklon tropis Cempaka akan menjadi langganan pada masa mendatang. “Wilayah di selatan ekuator, khususnya Samudra Hindia dan utara Australia, memang daerah pertumbuhan siklon,” tuturnya.
Baca: Volume Air Sungai Naik, Yogyakarta Siaga Banjir
Simak berita Yogyakarta dilanda banjir di Tempo.co.