COVID-19, LIPI: Masyarakat Butuh Ketegasan Pemerintah Soal Mudik

Selasa, 14 April 2020 19:57 WIB

Calon penumpang bersiap menaiki bus AKAP di terminal bayangan Pondok Pinang, Jakarta, Jumat 3 April 2020. Pemerintah mengimbau masyarakat untuk menunda mudik atau pulang kampung pada Lebaran mendatang sebagai salah satu langkah membatasi penyebaran wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Reno Esnir

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pengkajian cepat bidang ilmu sosial terkait dengan imbauan mudik oleh pemerintah terhadap masyarakat untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19. Penelitian tersebut dilakukan oleh Pusat Penelitian Kependudukan (P2K) LIPI.

Peneliti P2K LIPI Rusli Cahyadi dalam diskusi ‘Dilema Pandemi Corona: Mudik atau Tidak’ yang dilakukan melalui konferensi video menerangkan, masyarakat membutuhkan kebijakan yang tegas, tidak hanya sekadar imbauan larangan mudik. “Secara keseluruhan, responden itu menunggu ketegasan pemerintah, jangan hanya pada TNI, Polri dan PNS saja, masyarakat juga butuh,” ujar dia, Selasa, 14 April 2020.

Rusli yang juga Koordinator Kaji Cepat dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek/BRIN) melakukan kajian tersebut dengan wawancara langsung secara mendalam melalui telepon. Juga melalui media sosial dan internet dengan responden yang dominan mewakili penduduk Pulau Jawa, dan berpendidikan tinggi, sekitar 70-80 persen

Menurut studi terdahulu, mudik bukan semata-mata fenomena ekonomi, melainkan budaya yang sudah tertanam pada masyarakat. Menurut Rusli, mudik bagi orang Indonesia adalah soal rasa, menemukan kembali ke masa lalu agar lebih dekat dengan keluarga.

“Segala cara akan dilakukan agar rasa tersebut bisa dipenuhi setahun sekali,” kata Rusli, sambil menambahkan, “meski harus bersiap-siap sejak jauh hari, mengeluarkan uang dalam jumlah besar, berdesak-desakan dalam antrean maupun kendaraan.”

Advertising
Advertising

Dari seluruh responden yang berencana akan mudik, teridentifikasi lima besar provinsi asal secara berturut-turut adalah Jawa Barat (22,94 persen), DKI Jakarta (18,14 persen), Jawa Timur (10,55 persen), Jawa Tengah (10,02 persen), dan Banten (4,68 persen).

Persepsi masyarakat terhadap mobilitas dan transportasi, Rusli berujar, menunjukkan sebagian besar responden sekitar 50 persen menyatakan mereka tiap tahun pulang rutin, dan hampir sekitar 70 persen responden memiliki kebiasaan mudik rutin. Kemudian, 43,87 persen mereka berencana akan mudik, dan melakukan mudik pada saat cuti Idul Fitri sekitar 60 persen.

“Ada banyak sekali pergerakan orang yang ditunjukkan hasil studi ini, mereka yang berasal dari Jabodetabek, jumlahnya besar dan menuju hampir ke semua provinsi di Indonesia,” kata dia. "Jika menghubungkan dari wilayah Jabodetabek sebagai zona merah orang-orang berpotensi menyebar ke seluruh provinsi.”

Sementara menurut Peneliti Lembaga Demografi Universita Indonesia Chotib Hasan, beberapa analisis menyebutkan bahwa arus mudik dan balik berlangsung setiap menjelang hari libur nasional yang cukup panjang, terutama pada saat hari raya lebaran. Sehingga, kata dia, perlu adanya kerja sama antar pemerintah daerah untuk sama-sama menahan.

“Pemerintah daerah asal mudik menahan untuk calon pemudik untuk tidak berangkat, pemerintah daerah tujuan mudik menahan pemudik, atau dilakukan karantina,” tutur Chotip yang juga Ketua Bidang Mobilitas dan Sebaran Penduduk IPADI itu. “Potensi keterpaparan (virus) sangat tinggi di titik keberangkatan, selama perjalanan dan daerah tujuan mudik.”

Selain masalah ekonomi yaitu hilangnya pekerjaan, mudik juga bisa terjadi karena adanya misleading di kalangan masyarakat. Menurut Chatib, mudik akan tetap terjadi dengan motivasi menghindari COVID-19, karena menganggap perdesaan tempat yang aman dari virus corona baru. “Artinya sesat pikir harus diluruskan,” ujar dia.

Sedangkan dari perwakilan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Agus Wibowo menjelaskan bahwa sangat penting menekankan masyarakat di Jabodetabek untuk tidak mudik. Dia mengingatkan bahwa peran psikologi dari masyarakat itu ada di ujung tombak dalam penyebaran virus corona.

“Masyarakat itu justru yang ada di garis depan persentasi 80 persen peran masyarakat, sedangkan medis hanya 20 persen untuk menghambat penyebaran COVID-19,” kata Agus yang juga Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB itu.

Berita terkait

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

12 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

16 jam lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Ancaman dari Erupsi Gunung Ruang, 2 Desa Akan Dikosongkan Permanen

16 jam lalu

Ancaman dari Erupsi Gunung Ruang, 2 Desa Akan Dikosongkan Permanen

Sebanyak dua desa di Gunung Ruang di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara, bakal dikosongkan.

Baca Selengkapnya

Alur dan Besaran Bantuan Perbaikan Rumah Korban Terdampak Gempa Garut dari BNPB

3 hari lalu

Alur dan Besaran Bantuan Perbaikan Rumah Korban Terdampak Gempa Garut dari BNPB

BNPB terus mengupayakan penanggulangan dampak gempa Garut.

Baca Selengkapnya

Hari Ketiga Usai Gempa Garut, 267 Rumah Warga Terdampak dan 11 Warga Terluka

3 hari lalu

Hari Ketiga Usai Gempa Garut, 267 Rumah Warga Terdampak dan 11 Warga Terluka

Sebanyak 267 rumah warga terdampak gempa yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Data Terbaru Gempa Garut, Belum Ada Laporan Korban Jiwa

3 hari lalu

Data Terbaru Gempa Garut, Belum Ada Laporan Korban Jiwa

BNPB terus melakukan pemutakhiran data tiga hari setelah gempa Garut yang terjadi pada Sabtu, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Imbauan BNPB untuk Warga Terdampak Gempa Garut

4 hari lalu

Imbauan BNPB untuk Warga Terdampak Gempa Garut

Gempa dengan magnitudo 6,2 mengguncang wilayah Jawa Barat pada Sabtu malam, 27 April 2024 pada sekitar jam 23.29 WIB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB memberi imbauan kepada warga yang terdampak gempa tersebut.

Baca Selengkapnya

Gempa M6,2 di Kabupaten Garut Rusak Sejumlah Bangunan

4 hari lalu

Gempa M6,2 di Kabupaten Garut Rusak Sejumlah Bangunan

Sedikitnya empat orang luka-luka akibat gempa yang terjadi pada Sabtu malam ini.

Baca Selengkapnya

Bencana Tanah Longsor di Toraja Utara, BNPB Peringatkan Masih Ada Retakan Tanah

4 hari lalu

Bencana Tanah Longsor di Toraja Utara, BNPB Peringatkan Masih Ada Retakan Tanah

Dua kali tanah longsor yang terjadi pada Jumat pagi lalu menimbun sembilan warga. Tiga di antaranya tewas.

Baca Selengkapnya