Facebook Bagi Data ke PBB untuk Penyelidikan Genosida di Myanmar
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 26 Agustus 2020 20:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Facebook telah berbagi data dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyelidiki kejahatan internasional militer Myanmar untuk menghentikan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya. Hal itu disampaikan oleh seorang perwakilan dari Facebook kepada Reuters bahwa data tersebut berasal dari halaman dan akun yang telah dihapus pada 2018.
Data tersebut untuk melengkapi Mekanisme Investigasi Independen tentang Myanmar (IIMM), tapi tidak dijelaskan secara rinci isinya. "Saat penyelidikan ini berlanjut, kami akan terus berkoordinasi dengan PBB untuk memberikan informasi yang relevan saat mereka menyelidiki kejahatan internasional di Myanmar," kata perwakilan yang tidak disebutkan namanya itu, Selasa 25 Agustus 2020.
Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan militer 2017 terhadap Rohingya yang memaksa 730 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh. Namun, pemerintah Myanmar membantah genosida dan mengatakan pasukannya melakukan operasi yang sah terhadap militan yang menyerang pos polisi.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB membentuk IIMM pada 2018 untuk mengumpulkan bukti kejahatan internasional di Myanmar. Penyelidik PBB mengatakan Facebook telah memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan tersebut.
Pada 2018, media sosial besutan Mark Zuckerberg itu mengatakan telah menghapus 18 akun dan 52 halaman yang terkait dengan militer Myanmar, tapi masih menyimpan datanya. Kepala IIMM mengatakan kepada Reuters bulan ini bahwa Facebook belum merilis bukti kejahatan internasional serius kepada lembaga itu.
Baca juga:
Sejarah Islam, Filolog UIN Jakarta: Turki Utsmani Bukan Kekhalifahan Kenabian
Dia baru mengkonfirmasi pada Selasa bahwa PBB telah menerima kumpulan data pertama yang sebagian sesuai dengan permintaan sebelumnya. "Saya berharap ini menandakan langkah maju lebih lanjut menuju hubungan kerja sama yang akan memungkinkan kita mengakses bukti penting yang relevan dari kejahatan internasional serius," kata Kepala IIMM kepada Reuters melalui email.
REUTERS