Jika Sedimen di Laut untuk Uruk Pantai, Ahli: Bisa Amblas Kena Ombak
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 26 September 2024 12:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sungai-sungai besar yang saat ini mengalir masuk ke laut di perairan Riau, Teluk Thailand, perairan Natuna, dan perairan utara Jawa selatan Kalimantan hanya mengendapkan lanau dan lumpur-lempung sebagai sedimen. Lanau atau silt adalah tanah atau batuan yang berukuran antara lempung (tanah liat) dan pasir laut.
Sungai-sungai besar itu tak mengendapkan pasir. Adapun sedimen lumpur-lempung dan lanau itu terkirim ketika terjadi banjir besar yang periodenya bisa sampai 25 tahun sekali.
Sedimontologist yang juga mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Andang Bachtiar, mengungkap itu dalam keterangan tertulis yang dibagikannya menanggapi kontroversi sedimen dan pasir laut buntut kebijakan ekspor pasir laut. Ekspor dibuka kembali oleh Presiden Jokowi setelah dua dekade lalu ditutup di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Mendulang kecaman luas, Jokowi lalu menyampaikan yang ditambang dan diekspor adalah sedimen yang mengganggu alur pelayaran, bukan pasir laut. "Sedimen itu beda, walaupun wujudnya juga pasir,” ucap Jokowi pada 17 September lalu.
Dalam keterangan tertulisnya, juga saat dihubungi pada Rabu 25 September 2024, Andang menjelaskan keyakinannya bahwa sedimen yang ditambang dan dieskpor itu bukanlah sedimen berupa lumpur-lempung dan lanau di atas. Tapi, sedimen yang berukuran lebih besar dari lumpur-lempung dan lanau, yakni pasir (butiran berukuran 1/16 - 2 mm).
Lagian, pemilik gelar sarjana hingga doktor bidang geologi dari ITB ini menambahkan, pasir yang menjadi bahan utama untuk pengurukan perluasan pantai seperti di Singapura--dugaan motif di balik ekspor pasir laut. "Lumpur, lempung dan lanau: mana bisa dipakai sebagai bahan utama pengurukan pantai … bisa langsung amblasssh mereka terdilusi - terabrasi ombak pantai begitu ditumpuk sendirian untuk jadi daratan."
Andang menyebut perairan Riau, Teluk Thailand, perairan Natuna, dan perairan utara Jawa selatan Kalimantan sebagai laut dangkal Paparan Sunda. Keberadaan pasir lautnya, dia menjelaskan, hasil pengendapan (sedimen) sungai-sungai 10-20 ribu tahun lalu, ketika Paparan Sunda masih menjadi daratan.
"Jadi," kata pria yang menuliskan dirinya kini konsutan dan peneliti independen ini, "Menambang pasir di tengah laut dangkal Paparan Sunda saat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pendangkalan muara sungai pada masa kini."
Dan pasir-pasir Sungai Purba Sundaland itu, Andang menambahkan, kalau lokasinya pas di daerah meandering maka akan didapatkan butir-butir emas plaser) dan juga mineral-mineral berat sebagai 'tuan rumah' dari unsur tanah jarang (rare-earth).
Pilihan Editor: Penjelasan Fenomena Bulan Mini, Bukan Bulan Kembar, yang Akan Temani Bumi 2 Bulan ke Depan