Atasi Mamalia Laut Terdampar, Ini Saran Peneliti James Cook University Australia
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Abdul Manan
Kamis, 26 September 2024 13:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti mamalia laut dari James Cook University, Australia, Putu Liza Kusuma Mustika menekankan pentingnya penanganan yang benar saat mengatasi mamalia laut yang terdampar. Hal itu untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada bagian tubuh mamalia tersebut yang sudah rapuh.
“Kalau ada mamalia laut yang terdampar, jangan ditarik flipper, sirip, ekor, atau dorsal fin-nya. Tulang-tulang mereka sangat rapuh dan bisa patah,” ujar Icha saat menjadi narasumber dalam kegiatan Media Lounge Discussion (Melodi) secara daring, Rabu, 25 September 2024.
Menurut Icha, sapaan akrab Putu Liza, masyarakat perlu mengetahui anatomi lumba-lumba dan paus. Hewan-hewan ini gampang sekali mati jika sudah terdampar, meskipun mereka bernafas dengan paru-paru.
Icha juga mengingatkan bahwa blowhole atau lubang pernapasan mamalia laut, tidak boleh diisi dengan air. Sering kali orang-orang salah paham saat melihat mamalia laut seperti paus yang terdampar dengan memasukkan air ke dalam lubang pernapasannya. "Mereka bermaksud baik untuk menolong tetapi tidak mengetahui penanganan yang tepat. Karena jika blowhole diisi air, mamalia ini justru bisa tenggelam dan mati,” katanya.
Selain itu, kata Icha, hal yang diperlukan saat menangani mamalia laut yang terdampar adalah dengan mengendalikan perilaku masyarakat (crowd control). Biasanya banyak warga yang ingin melihat bahkan sampai menaiki hewan atau menarik anggota tubuhnya sehingga akan mempersulit penyelematan.
"Jadi perlu ada crowd control, misalnya dengan menggunakan police line. jika massa bisa dikendalikan dan ada community leader yang bisa dikontak, masyarakat bisa membantu dengan membasahi kulit hewan, tapi tidak di daerah lubang nafas," kata Icha.
Selain mengetahui upaya penyelamatan, kata Icha, perlu juga updaya pengurangan berbagai ancaman terhadap kelestarian mereka di alam liar. Ancaman itu bisa datang dari wisata, kegiatan perikanan, jalur kapal dan perburuan.
Menurut Icha, ancaman lainnya juga bisa datang dari aktivitas militer dan migas di laut yang menciptakan polusi suara dan sonar yang membingungkan hewan-hewan ini. Selain itu juga polusi air dan sampah yang merusak ekosistem laut serta perubahan habitat.
Sonar militer jugua merupakan salah satu penyebab stranding atau terdamparnya mamalia laut. "Saya sempat berbagi pengetahuan tentang hubungan sonar dengan kejadian stranding kepada Angkatan Laut tahun lalu, karena mereka sangat ingin tahu dampaknya pada mamalia laut," ujar Icha.
Icha juga menyebutkan pentingnya inisiatif pembuatan database keterdamparan mamalia laut di Indonesia. Ddatabase ini sangat penting untuk memahami pola spasial dan temporal keterdamparan mamalia laut di Indonesia.
Pilihan Editor: Jika Sedimen di Laut untuk Uruk Pantai, Ahli: Bisa Amblas Kena Ombak