TEMPO Interaktif,
Venesia -- Ketika pesta perayaan 200 tahun kelahiran Charles Darwin dan 150 tahun usia publikasi terkenalnya, On the Origin of Species, belum lama usai, sebagian anggota masyarakat ilmiah memantik pesta yang lain. Pesta yang pertama itu ibarat penuh dengan balon, hiasan warna-warni sampai kembang api, namun pesta yang terbaru kelihatannya hanya berbekal kue tar dan cahaya lilin, sepi--meski dampaknya terhadap perubahan pola pikir manusia dan cara pandang terhadap dirinya juga fundamental dan tidak kalah revolusioner.
Kemarin, tepat pada musim gugur 400 tahun lampau, astronom, matematikawan, dan filsuf dari Italia, Galileo Galilei, memamerkan kreasi terbarunya kepada para saudagar di Venesia. Karyanya itu tidak lain adalah teleskop, sebuah instrumen yang bagai kepingan uang yang memiliki dua wajah. Karya ini membuat namanya abadi dalam dunia sains sekaligus mendorongnya ke liang masalah.
Sebagai penyempurnaan yang jauh lebih halus daripada model pertama yang dibuat dan dipatenkan di Belanda beberapa bulan sebelumnya, teleskop cokelat, kaku, dan ramping buatan Galileo bahkan tergolong kecil dibandingkan dengan standar yang banyak dibeli orang di toko-toko masa kini. Tapi teleskop dengan kekuatan hingga delapan kali perbesaran dan model lainnya yang lebih kuat yang ia buat kemudian membimbingnya ke serangkaian kesimpulan besar ketika digunakannya mengintip langit.
Ketika digunakannya meneropong bulan, Galileo menemukan bahwa satelit bumi itu penuh dengan benjolan-benjolan, retakan yang dalam, dan kasar. Bulan yang ditemukan jauh dari gambaran obyek bulat mulus seperti yang diyakini sebelumnya. Ketidaksempurnaan obyek luar angkasa juga ditunjukkan ketika teleskopnya mengungkap titik-titik hitam di wajah matahari.
Dalam rangkaian pengamatan yang dilakukannya setahun kemudian, pada 1609, Galileo menemukan ada planet lain, yakni Jupiter, yang dikitari bulan--empat buah bahkan. Lewat temuannya itu Galileo mempertanyakan teori Aristoteles dan Ptolomeus yang diadopsi gereja yang menyatakan semua obyek di langit berputar mengelilingi Bumi.
Pada tahun yang sama Galileo menunjukkan planet yang lain lagi, Venus, menjalani fase-fase seperti bulan, sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika keduanya, Venus dan matahari, mengorbit Bumi. Fenomena terakhir itu sejalan dengan yang pernah diprediksi Nicolaus Copernicus hampir seabad sebelumnya. Waktu itu Copernicus menyorongkan pemikirannya tentang sistem planet dengan matahari sebagai pusatnya, bukan Bumi.
Pembangkangan terbesarnya terhadap gereja adalah ketika Galileo mengungkapkan penglihatannya bahwa galaksi Bima Sakti tersusun dari bintang-bintang. Ia menyimpulkan, Bumi bukanlah satu-satunya yang mesti kecewa karena tidak menjadi inti segala. Alam raya ini, ujar Galileo dalam tesisnya, sangat luas, jauh lebih luas dari yang pernah dibayangkan.
Dari kesaksiannya itulah berkembang teori-teori di masa kini yang menyebut usia alam raya 13,7 miliar tahun--tiga kali lipat usia Bumi dan sekitar 100 ribu kali lebih tua daripada rentang kehidupan manusia sebagai sebuah spesies. Kini juga penjelajahan antariksa sudah menyentuh planet di bintang lain, zat gelap, dan mungkin kehidupan lain di luar sana.
Temuan Galileo jelas sebuah "wahyu" yang menyudutkan kalangan ortodoks--dan gereja--mirip hukum seleksi alam dalam teori evolusi Darwin 150 tahun silam. Bedanya, 400 tahun lalu lebih heboh. Karena observasi dan kesimpulan-kesimpulannya itulah Galileo akhirnya menghabiskan satu dekade terakhir hidupnya dalam tahanan rumah.
Kini, 400 tahun berselang, Istituto e Museo di Storia della Scienza di Florence, Italia, menggelar pameran seputar teleskop Galileo dan observasi yang dilakukannya dengan alat itu. Koleksinya terdiri atas ragam instrumen berharga dan langka seperti manuskrip dan buku kuno, selain dua teleskop Galileo yang masih ada.
Galileo memang menuangkan pandangannya terhadap dunia yang heliosentris dalam buku yang judulnya kira-kira begini: Dialog tentang Dua Sistem Alam Raya Terkemuka. Dialog dibuatnya antara Salviati (seorang heliosentris) dan Simplicio (seorang geosentris), yang pelafalan namanya mirip Paus di masa itu. Karakter lainnya, Sagredo, berperan sebagai moderator.
Terkait dengan perayaan tahun ini, satu di antara teleskop karya Galileo yang sangat awal itu juga akan bisa dinikmati di museum di Philadelphia, Amerika Serikat, dan Stockholm, Swedia, atas pinjaman dari Florence.
WURAGIL | BERBAGAI SUMBER