TEMPO Interaktif, Jakarta - Tarif Internet 2009 di seluruh dunia turun dibanding sebelumnya. Berdasar laporan Organisasi Telekomunikasi Internasional (International Telecomunication/ITU) tarif Internet pita lebar dari 161 negara, turun hingga 42 persen.
Tapi, bagi negara berkembang, tarif itu jauh dari jangkauan warga negara-negara miskin. Selain itu, tarif telepon seluler turun 25 persen, sedangkan telepon kabel turun sekitar 20 persen.
Menurut Direktur Biro Pengembangan Telekomunikasi ITU Sami Al Basheer Al Morshid, laporan itu menegaskan walau akhir-akhir ini ekonomi lesu, penggunaan internet pita lebar terus berkembang di seluruh dunia.
"Teknologi seluler bergerak terus menjadi pendorong utama pertumbuhan," kata dia dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (25/2). ITU berharap jumlah pelanggan seluler tahun ini mencapai 5 miliar atau naik 400 juta dibanding 2009.
Dalam laporannya, ITU mengukur tarif ICT yang meliputi internet dan telepon, baik telepon bergerak ataupun tetap. Tarif ini dinilai dengan cara membandingkan tarif ICT dengan pendapatan.
ITU menemukan negara yang dengan pendapatan tinggi membayar kurang dari 1 persen dari pendapatan nasional bruto. Negara tersebut di antaranya Hong Kong, Luxemburg, Denmark, Norwegia, Inggris, dan Amerika Serikat. Makau, Cina menduduki negara dengan tarif paling murah, yakni 0,23 persen.
Meski banyak penyedia jasa internet berekspansi dan tarifnya turun, layanan internet masih terlalu mahal bagi penduduk negara miskin. Misalkan Nigeria. Negara di Afrika itu menduduki peringkat 161, dengan tarif 67,5 persen alias termahal. Sedangkan Indonesia sendiri menduduki peringkat 98 dengan tarif 5,81 persen. Angka ini turun dibanding 2008 yang mencapai 7,65 persen.
Selain itu, ITU juga melaporkan ICT Development Indeks (IDI). IDI ini mengukur akses, penggunaan dan keterampilan, dan termasuk indikator seperti rumah tangga dengan komputer, jumlah pelanggan internet pita lebar, dan tingkat melek huruf. IDI Indonesia pada 2008 menduduki peringkat 107.
NUR ROCHMI | ITU | CNET