Pengurangan Emisi Karbon Bidik Penduduk Sekitar Hutan

Reporter

Editor

Senin, 30 Mei 2011 10:35 WIB

ANTARA/Fanny Octavianus

TEMPO Interaktif, New Jersey - Skema membayar penduduk negara berkembang agar menahan laju emisi karbon akibat penggundulan hutan dinilai rentan mengalami kebocoran. Pelestarian kayu di satu lokasi akan diikuti dengan penebangan di tempat lain karena penduduk tetap membutuhkan bahan baku kayu untuk kehidupan sehari-hari.

Penelitian oleh tim ilmuwan internasional menghasilkan satu solusi yang dianggap mampu mencegah kebocoran tersebut. Sebagian uang konservasi disisihkan untuk penduduk yang membutuhkan makanan dan kayu dari hutan.

"Negara maju harus lebih pintar dalam menahan penambahan karbon. Kirimkan uangnya langsung kepada penduduk," ujar ahli ekonomi lingkungan dari Princeton University, Brendan Fisher.

Fisher bersama tim melakukan analisis mendalam pada lokasi sekitar Busur Timur Pegunungan Tanzania yang merupakan sumber keanekaragaman hayati. Mereka mencari tahu perkembangan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+). REDD+ merupakan program pembayaran negara maju atas upaya pengurangan emisi karbon negara berkembang melalui penghentian penebangan hutan. Tercatat sebanyak 13 negara mendapat pembayaran atas pengurangan karbon ini, seperti Zambia, Republik Demokratik Kongo, Tanzania, termasuk Indonesia.

Temuan Fisher memperlihatkan penghentian penebangan hutan justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup dari hasil hutan. Kebanyakan analis REDD+ tidak memperhitungkan permasalahan ini.

"Mengkonversi sepetak tanah tak diikuti dengan mengalirnya hasil bumi dari dari tempat lain," tambah dia. "Ini akan jadi ancaman serius bagi kesejahteraan dan mata pencarian."

Oleh karena itu, Fisher mengusulkan program REDD-Pintar yang memberikan bantuan kepada penduduk bisa memanfaatkan sumber daya yang telah mereka miliki. Uang pembayaran karbon disisihkan untuk pembelian pupuk, bibit, dan penyuluhan pertanian sehingga penduduk dapat meningkatkan hasil panen. Program ini juga mengusulkan pembagian kompor hemat energi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap energi batubara.

Skema REDD-Pintar dengan tambahan biaya pengawasan hutan akan lebih mahal ketimbang membayar penduduk agar tidak menggunakan lahan hutan. Skema baru ini membutuhkan tambahan biaya US$ 6,5 per ton karbon dioksida, sementara penghentian emisi karbon butuh US$ 3,9 per ton. Namun, REDD-Pintar dipercaya dapat mencegah kebocoran yang sering terjadi pada skema sebelumnya. Di sisi lain, ketahanan pangan penduduk juga meningkat. Bahkan, jika hasil panen meningkat dua kali lipat, biaya pembayaran karbon hanya sebesar US$ 12 per ton atau setengah dari harga karbon yang ditetapkan sebelumnya sebesar US$ 24 per ton.

"Biayanya masih sangat kompetitif," ujar Direktur Penelitian dan Analisis Iklim, Union of Concerned Scientist, Washington.

Meski demikian, Fisher mengingatkan bisa terdapat perbedaan faktor pendorong penebangan hutan pada tiap negara. Namun, gagasan utama tetap sama, pendanaan REDD+ harus membidik pemicu dorongan tersebut.

NATURE | ANTON WILLIAM

Berita terkait

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

12 jam lalu

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mengklaim ekspor ke luar negeri turun, terutama di Eropa.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

1 hari lalu

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merevisi lagi peraturan tentang barang bawaan impor penumpang warga Indonesia dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

2 hari lalu

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki tanggapi soal target pemerintah menyelesaikan pemutihan hutan di lahan sawit September 2024.

Baca Selengkapnya

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

2 hari lalu

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

2 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

2 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

2 hari lalu

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

Riau menjadi provinsi dengan kebun sawit bermasalah paling luas di Indonesia. Berdasarkan catatan Greenpeace sekitar 1.231.614 hektare kebun kelapa sawit di Riau berada di kawasan hutan. Salah satu perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan adalah PT Palma Satu, anak perusahaan Darmex Group.

Baca Selengkapnya

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

2 hari lalu

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

22 ribu hektare perkebunan sawit PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) masuk kawasan hutan hidrologis gambut di Kalimantan Tengah.

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

35 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

35 hari lalu

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.

Baca Selengkapnya