Operator mengoperasukan beberapa alat berat untuk pembuatan embung penampung air di lahan gambut bekas kebakaran di Desa Rimbo Panjang, Kampar, Riau, 9 Oktober 2015. BNPB melakukan pembangunan embung di lahan gambut yang berisiko kebakaran sebagai penampung air. ANTARA/FB Anggoro
TEMPO.CO, Jakarta - Dampak terbakarnya gambut jauh lebih besar daripada kebakaran di area mineral. Itulah alasan mengapa kebakaran di area gambut sulit dipadamkan.
"Karbon dioksida pada lahan gambut 16 kali lebih banyak daripada mineral," ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ruandha Agung Sugadirman, Selasa, 20 Oktober 2015.
Dampak lainnya, kata Ruandha, pemadaman kebakaran di lahan gambut itu akan membuat asap semakin tebal. Dengan demikian, asap di Riau akibat terbakarnya gambut tidak kunjung hilang.
Ruandha mengatakan bahan biomassa gambut terlalu kering sehingga api bisa merambat hingga 5 kilometer dari titik api awal. "Api akan membakar ke bawah, karena gambutnya kering membakar hingga ke dalam," kata Ruandha.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), penanganan kebakaran hutan di Riau untuk saat ini sudah jauh lebih baik dibanding tahun lalu. Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan asap pekat yang selama ini ada di Riau disebabkan masuknya asap dari Jambi, Minggu, 11 Oktober 2015.
Sutopo menambahkan, hingga kini ada 488 titik api di Riau, dan angka ini jauh lebih sedikit dibanding tahun lalu. Titik api di Riau paling sedikit dibanding wilayah lain di Sumatera.
Pertamina Alihkan PI 10 Persen Blok Rokan dan Blok Kampar ke Pemerintah Provinsi Riau
28 Juni 2023
Pertamina Alihkan PI 10 Persen Blok Rokan dan Blok Kampar ke Pemerintah Provinsi Riau
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Kampar telah menandatangani Perjanjian Pengalihan dan Pengelolaan 10 Persen PI alias Participating Interest dari Wilayah Kerja (WK) atau dikenal Blok Rokan dan Blok Kampar untuk Provinsi Riau.