Kisah-kisah Pembuktian Teori Gravitasi Einstein
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Jumat, 12 Februari 2016 20:53 WIB
TEMPO.CO, New York- Kemarin, sekelompok tim ilmuwan mengumumkan, bahwa mereka telah mendengar dan merekam suara dua lubang hitam yang bertabrakan sejauh jutaan tahun cahaya. Pengumuman ini juga melengkapi prediksi akhir teori relativitas umum yang ditulis Albert Einstein seabad lalu: bahwa gravitasi itu eksis di alam semesta.
Suara yang dihasilkan dari tabrakan tersebut adalah suara meninggi yang samar. Para fisikawan meyakini suara tersebut adalah bukti keberadaan gelombang gravitasi dalam struktur ruang dan waktu yang diprediksi Einstein sangat dinamis, dapat meregang dan menyusut. Dan itu terjadi karena pergerakan lubang hitam--suatu objek dalam alam semesta yang tak satupun bisa lepas darinya, termasuk cahaya.
'Kicauan' alam semesta itu adalah suara gelombang gravitasi, yang bertenaga 50 kali lebih besar dari bintang. Suara ini ditangkap pada 14 September 2015 oleh antena berbentuk 'L' milik LIGO (Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory), lembaga ilmuwan Amerika Serikat yang berbasis di Washington dan Lousiana. Para ilmuwan lantas merekam suara tersebut makin lama makin naik ke pertengahan nada C.
"Inilah suara gravitasi alam semesta yang pertama berhasil ditangkap," kata Gabriela Gonzalez dari Lousiana State University, juru bicara LIGO. Kelompok ini bekerjasama degan ilmuwan gabungan Eropa yang tergabung dalam Kolaborasi Virgo dan melaporkan suara gravitasi yang mereka tangkap di jurnal Physical Review Letters edisi Kamis, 14 Februari 2016.
"Saya pikir ini akan menjadi salah satu terobosan besar dalam fisika untuk waktu yang sangat lama," kata Szalbocs Marka, pakar astrofisika Columbia Unversity, yang juga anggota LIGO.
Dia mengatakan, bahwa astronomi sebelumnya memiliki mata. Marka mengacu pada teleskop modern yang dapat menangkap spektrum elektromagnetik dan kemampuan canggih yang dapat mengintip ke dalam ruang dan waktu. Dan temuan suara gravitas ini, menurut dia, "Adalah telinga astronomi yang sebelumnya tak pernah kami miliki."
Ketika Einstein mengumumkan teori relativitas umum pada 1915, ia merevisi aturan ruang dan waktu yang telah berlaku lebih dari 200 tahun sejak zaman Isaac Newton menetapkan kerangka statis alam semesta. Bersebrangan dengan Newton, Einstein menyatakan bahwa materi dan energi mendistorsi geometri alam semesta dan menyebabkan efek yang kita sebut gravitasi. Artinya, alam semesta dinamis.
Hanya, Einstein tidak cukup yakin tentang gelombang ini karena keberadaannya tak pernah terdeteksi. Karena itu, pada 1916, ia menulis surat pada Karl Schwarzschild, penemu libang hitam, bahwa gelombang tak ada sebelum mereka menampakkan wujudnya. Sejak saat itu pencarian gelombang gravitasi mulai gencari dilakukan.
Pada 1969, Joseph Weber, fisikawan dari University of Maryland, mengklaim telah mendeteksi gelombang gravitas menggunakan silinder alumunium sepanjang enam kaki yang digunakannya sebagai antena. Gelombang frekuensi yang tepat akan membuat gerekan cincin silinder seperti gerakan garpu tala.
Banyak yang meragukan eksperimen ini. Meski begitu, apa yang dilakukan Weber mengilhami ilmuwan generasi berikutnya untuk membuktikan teori Einstein di alam semesta.
Kemudian pada 1978, dua orang astrofisikawan Joseph Taylor Jr. dan Russel Hulse yang juga guru besar di University of Massachusetts, menemukan sepasan bintang neutron--sisa-sisa bintang mati yang saling mengorbit satu sama lain. Salah satu bintang itu bersifat pulsar, atau memancarkan sinar radiasi elektromagnetik secara periodik. Saat memancarkan sinar itu, keduanya berpendapat, sebuah bintang akan kehilangan energi dan memancarkan gelombang gravitasi. Atas analisis ini, Hulse dan Taylor menyabet penghargaan Nobel Fisika pada 1993.
Kelompok astronom lain yang tergabung dalam Bicep membuat geger dunia ilmu pengetahuan pada 2014 saat mereka mengklaim berhasil mendeteksi gelombang gravitasi dari awal Big Bang menggunakan teleskop di Kutub Selatan. Dalam studinya, mereka menyatakan bahwa pengamatan mereka mungkin saja tak akurat karena tekontaminasi debu kosmik.
Pada 14 September 2015, sistem antena hampir selesai dikalibrasi pada pukul 04.00 waktu setempat ketika sinyal keras datang di Situs Livingstone. "Data sedang berjalan, kemudian 'bam'. Suara gravitasi itu datang," kenang David Reitze, profesor di California Insitute of Techology, yang juga direktur Laboratorium LIGO.
Tujuh milidetik kemudian, sinyal tersebut memukul antena milik Hanford. Ilmuwan di LIGO menyimpulkan bahwa sinyal gelombang gravitasi itu datang bersamaan tapi dengan intensitas yang semakin kecil. Begitu juga rekan-rekan ilmuwan di Eropa.
Rainer Weiss, dari Massachusetts Institute of Technology, menemukan sinyal yang besar dari komputernya. "Ini menakjubkan. Ini ucapan halo buat kita," ujarnya, seperti dikutip dari The New York Times.
Memang, besaran frekuensi itu terlalu rendah untuk menjadi bintang neutron. Namun para ilmuwa menemukan hal besar dari aktivitas Brobdingnagian--suku raksasa guliver di planet kerdil--dari sudut jauh alam semesta. Salah satunya adalah energi kedua lubang hitam ini masing-masing 36 dan 29 kali massa bintang dengan kecepatan rotasi 250 kali per detik. Dan kemudian dering berhenti saat kedua lubang bersatu, yang menghasilkan energi setara dengan 62 bintang. Semua terjadi hanya dalam seperlima detik waktu bumi. Weiss menggambarkan proses tersebut sama dengan memindahkan jari Anda dari tuts nada C rendah ke tuts nada menengah.
"Besaran sinyal tersebut sesuai dengan prediksi relativitas umum Einstein yang dihitung melalui simulasi komputer," kata Reitze.
Tak lama setelah peristiwa September, LIGO mencatat sinyal lemah lainnya dari gravitasi lubang hitam. Menurut Weiss, setidaknya ada empat pendeteksian selama pengamatan LIGO berlangsung.
Para astronom sekarang tahu bahwa pasangan lubang hitam, yaitu gravitasi, kini memang hadir di alam semesta dengan kompisisi begitu besar.
PHYSICAL REVIEW LETTERS | THE NEW YORK TIMES | AMRI MAHBUB