Kelompok Kandang Udan Manfaatkan Air Hujan untuk Konsumsi  

Reporter

Editor

Nur Haryanto

Jumat, 5 Agustus 2016 18:55 WIB

REUTERS/Romeo Ranoco

TEMPO.CO, Yogyakarta - Air hujan yang berlimpah di musim hujan dan kemarau basah biasanya hanya terbuang sia-sia karena masyarakat menggunakan air sumur atau berlangganan air untuk dikonsumsi. Di tangan kelompok Kandang Udan, air hujan ditampung secara sederhana dan dielektrolisis untuk langsung diminum atau dimanfaatkan buat konsumsi. Biayanya pun sangat murah, hanya Rp 150 ribuan sudah bisa mendapatkan air dengan ph yang tinggi.

"Biar air hujan tidak sia-sia terbuang, ditampung dan layak konsumsi, tidak hanya untuk mandi," kata Sunarno, Ketua Kandang Udan, Jatinom, Klaten, saat menggelar alat di Royal Ambarrukmo Yogyakarta dalam acara Konferensi Nasional Health Promoting Hospital, Rabu, 3 Agustus 2016.

Ia menjelaskan, air hujan ditampung dengan bak kecil ataupun besar atau paralon ukuran besar. Sebelum masuk ke penampungan, air diberi filter kain. Dari bak penampung itu, air dimasukkan ke dua penampung plastik, seperti stoples, yang berhubungan. Dua stoples itu dialiri listrik dengan charger yang mengubah aliran listrik AC menjadi DC.

Kabel plus dialirkan dengan elemen atau kumparan dari bahan stainless. Dalam stoples itu, air menjadi air asam. Sedangkan stoples yang dialiri kabel listrik minus menjadi air basa yang siap diminum. "Kedua stoples itu berhubungan dengan filter kapas," katanya.

Air yang bersifat basa inilah yang disebut air alkali, yang ph-nya tinggi. Berdasarkan uji laboratorium, air hujan yang sudah dielektrolisis tidak berasa dan tidak berwarna. Ph-nya mencapai 8-9 (alkali).

Sedangkan air yang bersifat asam bisa digunakan untuk pengganti obat luka luar, seperti luka akibat tergores atau luka akibat terjatuh. "Asamnya bisa menjadi pengganti obat luar. Luka akan cepat kering jika diberi air ini," kata Tommy Sukarto, aktivis Kandang Udan, Yogyakarta.

Untuk penampung air hujan, selain berbahan plastik, seperti ember dan stoples, bisa digunakan paralon ukuran besar. Bahkan paralon penampung itu bisa dijadikan meja.

Air paralon itu bisa langsung dielektrolisis dan siap diminum. Setelah dielektrolisis selama 1 jam hingga seterusnya, air bisa langsung diminum.

Tidak perlu dengan alat mahal buatan Jepang yang harga mencapai Rp 50 jutaan. Dengan biaya murah, masyarakat bisa mendapatkan air yang ph-nya tinggi dan sangat bermanfaat untuk kesehatan.

Menurut dia, air hujan memiliki 0-25 ppm. Semakin tinggi ppm-nya, semakin tidak bagus untuk diminum. Air dari perusahan air minum, misalnya, memiliki 250 ppm. Ambang batas satuan ppm-nya 500. "Di atas itu, sudah beracun. Kalau air hujan kena petir, sama saja air sudah dielektrolisis," tuturnya.

Ia mengajak masyarakat menampung air hujan supaya tidak sia-sia. Air yang bersifat asam pun, selain untuk obat luka, bagus untuk tanaman.

MUH SYAIFULLAH

Berita terkait

JK: Inovasi Itu Bermakna Kalau Bisa Dikomersialkan

28 Agustus 2019

JK: Inovasi Itu Bermakna Kalau Bisa Dikomersialkan

JK mengatakan Indonesia masih memiliki banyak sektor yang berpotensi untuk terus dikembangkan.

Baca Selengkapnya

Kaleidoskop 2017 Sains: Penemuan Baru dan Produk Digital Terhebat

28 Desember 2017

Kaleidoskop 2017 Sains: Penemuan Baru dan Produk Digital Terhebat

Penemuan baru sains tahun ini, dari katak yang menyala di kegelapan hingga pembuktian teori Einstein.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ajak Bisnis Startup Indonesia Buat Inovasi Lokal

28 September 2017

Jokowi Ajak Bisnis Startup Indonesia Buat Inovasi Lokal

Jokowi menghadiri acara yang digelar oleh Bubu.com sebagai wujud kepedulian terhadap bisnis startup digital di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

19 September 2017

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UI Bikin Pengganti Minyak Ikan dari Limbah Ampas Tahu

15 Agustus 2017

Mahasiswa UI Bikin Pengganti Minyak Ikan dari Limbah Ampas Tahu

Lima mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Depok, mengembangkan Aspergyomega, suplemen pengganti minyak ikan, dari limbah ampas tahu dan onggok.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Temukan Alakantuk, Alat Untuk Mengurangi Kecelakaan

26 Juni 2017

Mahasiswa Temukan Alakantuk, Alat Untuk Mengurangi Kecelakaan

Tiga mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang, menemukan alat untuk meminimalisasi kecelakaan di jalan raya.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Unair Bikin Alat Penurun Kadar Logam Berat pada Kerang

19 Juni 2017

Mahasiswa Unair Bikin Alat Penurun Kadar Logam Berat pada Kerang

Lima mahasiswa Universitas Airlangga di Surabaya menemukan inovasi untuk menurunkan kandungan logam berat pada kerang agar aman dikonsumsi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UNAIR Temu Pembasmi Bakteri Toilet dari Daun Sirih

6 Juni 2017

Mahasiswa UNAIR Temu Pembasmi Bakteri Toilet dari Daun Sirih

Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya membuat pembasmi bakteri toilet dari ekstrak daun sirih.

Baca Selengkapnya

Bantu Wilayah Gempa, Unsyiah Ciptakan Pengolah Air Tenaga Surya  

29 Maret 2017

Bantu Wilayah Gempa, Unsyiah Ciptakan Pengolah Air Tenaga Surya  

Alat pengolah air tenaga surya buatan Unsyiah ini mengandalkan tiga penyaring.

Baca Selengkapnya

Potensi Luar Biasa Lampu LED yang Layak Anda Ketahui

7 Maret 2017

Potensi Luar Biasa Lampu LED yang Layak Anda Ketahui

Revolusi kota cerdas memperluas penggunaan lampu jalan LED. Kalangan bisnis dapat memanfaatkannya .

Baca Selengkapnya