Foto dan Keistimewaan Stratolaunch, Pesawat Terbesar di Dunia
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Senin, 5 Juni 2017 14:48 WIB
TEMPO.CO, California - Inilah Stratolaunch. Bentuknya agak janggal untuk model pesawat terbang. Ada dua badan pesawat terpisah yang disatukan oleh satu bentang sayap sepanjang 118 meter.
Stratolaunch, moda baru pengangkut satelit ke orbit rendah bumi, untuk pertama kalinya dikeluarkan dari hanggarnya di Mojave, California, Amerika Serikat, Rabu pekan lalu.
Baca: Boeing Akan Bangun Pesawat Antariksa Militer AS XS-1
Stratolaunch menjadi pesawat dengan bentangan sayap terpanjang di dunia. Bentangan sayapnya 30 meter lebih panjang dari pesawat kargo terbesar di dunia yang masih aktif, Antonov An-225 Mriya. Adapun bentangan sayap Airbus A380, pesawat komersial terbesar, hanya 79,8 meter.
Stratolaunch. (AP Photo)
Stratolaunch dirancang khusus untuk mengangkut satelit dan perangkat peluncurnya hingga ke ketinggian jelajah 11 kilometer. Stratolaunch menjadi landasan bergerak di udara, melepaskan satelit, dan peluncurnya yang akan meluncur ke orbit.
Menurut Paul G. Allen, salah satu pendiri Microsoft yang membangun perusahaan Stratolaunch Systems Corporation, sistem peluncuran satelit dari pesawat lebih menguntungkan. Menurut Allen, seperti ditulis Livescience, satelit bisa lebih cepat dan mudah mencapai kawasan orbit rendah bumi yang berada pada ketinggian 700-1.500 kilometer. Pesawat ini merevolusi sistem peluncuran satelit konvensional yang menggunakan roket dari darat.
Baca: Pesawat Terbesar di Dunia Airlander 10 Sukses Jalani Uji Terbang
Meski pesawatnya belum terbang, Allen dan Stratolaunch mendapatkan pelanggan pertama. Perusahaan penerbangan swasta Orbital ATK meneken kesepakatan pada Oktober tahun lalu menggunakan pesawat raksasa itu membawa roket Pegasus XL dan satelit-satelit kecil mereka.
Badan ganda Stratolaunch memiliki fungsi berbeda. Badan bagian kanan berfungsi sebagai ruang operator dan kru pesawat. Adapun bagian kiri menjadi tempat penyimpanan data penerbangan. Kargo satelit dan peluncurnya akan diletakkan di antara dua badan moda tersebut.
Stratolaunch di hanggarnya. (AP Photo)
Stratolaunch sangat besar hingga perlu enam mesin jet 747 untuk membawanya mengudara. Ada 28 roda terpasang di wahana yang bisa lepas landas dan mendarat di landasan pesawat biasa. "Konstruksinya sudah selesai dan pesawat ini akan memulai tahap uji coba di darat dan tes terbang," kata CEO Stratolaunch Systems Corp, Jean Floyd, seperti ditulis laman Space.
Tes pertama yang dijalani Stratolaunch adalah pengisian bahan bakar. Pesawat itu dikeluarkan dari hanggar juga untuk menguji kekuatan sistem penyokong beban dan 28 rodanya. Sebab, selama dibangun di dalam hanggar, Stratolaunch selalu ditopang perancah. "Ini langkah penting untuk menyiapkan tes darat, mesin, pengujian parkir, hingga penerbangan perdana nanti," kata Floyd.
Baca: Startup Ini Tawarkan Pesawat Bertenaga Listrik, Easyjet Tergiur
Stratolaunch berada di jajaran atas daftar moda udara terpanjang. Bentangan Stratolaunch, dari hidung hingga ujung ekor, mencapai 76 meter. Saat ini, moda udara terbesar yang beroperasi adalah Airlander 10. Namun berbeda dengan moda udara raksasa lain yang menggunakan mesin jet, Airlander 10 adalah balon udara dengan kulit berlapis material tahan peluru yang diisi helium.
Stratolaunch mampu mengangkut kargo dengan bobot hingga 250 ton, setara dengan 166 mobil sedan. Dengan tabung bahan bakar terisi penuh dan kargo terpasang, berat Stratolaunch bisa mencapai 590 ton. Namun untuk urusan kargo dan bobot lepas landas, Antonov An-225 Mriya masih lebih unggul. Pesawat yang dibuat Uni Soviet pada 1985 itu bisa terbang dengan bobot hingga 640 ton.
Stratolaunch baru keluar dari hanggar. (AP Photo)
Floyd mengatakan Stratolaunch adalah model pertama untuk jenis pesawat pengangkut satelit. Penerbangan perdana Stratolaunch akan dilakukan tahun depan. "Kami akan sangat teliti dalam menjalankan uji coba dan mengutamakan keselamatan pilot, kru dan staf," ujarnya.
Tertarik ingin melihat Stratolaunch, pesawat terbesar di dunia, secara langsung?
LIVE SCIENCE | SPACE | GABRIEL WAHYU TITIYOGA