TEMPO.CO, Karangasem - Gunung Agung masih berstatus awas atau level empat. Aktivitas vulkanik gunung berjenis stratovulcano ini pun masih tinggi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat ratusan gempa tremor yang mengindikasikan pergerakan magma dari dalam permukaan.
Asap yang kerap muncul dari kawah pun merupakan tanda ada pelepasan energi. "Ada desakan dari bawah," kata Kepala PVMBG Kasbani di Karangasem pada awal pekan ini. "Peluang letusan semakin besar, tapi kita lihat perkembangannya akan seperti apa."
Terlebih, kata Kasbani, jika Gunung Agung erupsi saat musim hujan. Sejak awal pekan ini, wilayah Jawa bagian barat mulai diguyur hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi musim hujan mulai datang ke daerah Jawa dan Bali menjelang akhir Oktober.
Baca: Fase Kritis Gunung Agung, Begini Tanda-tandanya
Kasbani mengatakan hujan akan mempengaruhi aliran lahar. "Setelah ada letusan, baru lahar ke lembah, lalu ke sungai. Masyarakat yang tinggal di dekat sungai harus lebih waspada," tuturnya.
Adapun lahar dingin, kata dia, berisi material batu, kerikil, dan lumpur. "Itu campur aduk. Yang dilewati biasanya rusak," katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari PVMBG, erupsi Gunung Agung pada 1963 termasuk signifikan. Gunung api setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut ini mempunyai potensi erupsi eksplosif yang menghasilkan emisi gas SO2 (belerang dioksida) tinggi pada masa mendatang.
Baca: Gunung Agung Awas, 20 Persen Turis Asing Batal ke Bali
Simak status terbaru Gunung Agung hanya di Tempo.co.
BRAM SETIAWAN