Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Di Belanda, Rumor Dwi Hartanto Sudah Mencuat Sebulan Terakhir

Reporter

Editor

Amri Mahbub

image-gnews
Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang mengaku sebagai asisten profesor bidang roket dan pesawat terbang. (Facebook/Dwi Hartanto)
Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang mengaku sebagai asisten profesor bidang roket dan pesawat terbang. (Facebook/Dwi Hartanto)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan pembohongan publik Dwi Hartanto ternyata sudah menjadi kasak-kusuk di kalangan mahasiswa Indonesia di Belanda sejak September lalu. Rumor tentang kebohongan Dwi itu memicu banyak pertanyaan.

"Banyak diperbincangkan di grup WhatsApp. Juga, ada dari mulut ke mulut," kata Rika Theo, mahasiswa asal Indonesia saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Senin, 9 Oktober 2017. Rika merupakan mahasiswa doktoral di jurusan Geografi Manusia di Fakultas Geoscience, Universitas Utrecht.

Menurut Rika, beberapa mahasiswa Indonesia ada yang percaya bahwa Dwi berbohong. Ada juga yang percaya bahwa Dwi berkata benar. Namun, semua menjawab setelah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag mencabut gelar penghargaan untuk Dwi Hartanto.

Melalui surat tertanggal 15 September 2017 yang dicap dan ditandatangani Dubes RI untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja, KBRI secara resmi mencabut gelar penghargaan yang sebelumnya diberikan oleh pihak kedutaan kepada Dwi Hartanto.

Dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI ke72 pada Agustus lalu, KBRI Den Haag memberikan penghargaan kepada Dwi atas prestasinya sebagai pemenang di kompetisi riset internasional di bidang Space Craft and Technology. Dalam pertimbangannya, KBRI Belanda tidak menjelaskan secara rinci alasan pencabutan penghargaan untuk Dwi. Hanya tertulis dalam surat tersebut: "Terdapat dinamika dan perkembangan di luar praduga dan itikad baik".

Baca: Ini Pengakuan Kebohongan Dwi Hartanto

Rika mengatakan, kehebohan langsung terjadi setelah keluar keputusan KBRI tersebut. Sebab, tak lama setelah pencabutan tersebut, mencuat dokumen yang dikeluarkan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Ada dua dokumen yang menyatakan bahwa klaim Dwi selama ini tidak benar.

Dokumen pertama terdiri 33 halamam berisi beragam foto-foto aktivitas Dwi Hartanto termasuk dari halaman Facebook-nya dan link berbagai website tentangnya. Salah satunya termasuk transkrip wawancara di program Mata Najwa pada Oktober 2016, serta surat-menyurat elektronik dengan beberapa pihak untuk mengklarifikasi aktivitas yang diklaim Dwi Hartanto.

Dokumen kedua, sebanyak delapan halaman berisikan ringkasan investigasi terhadap klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto termasuk latar belakang S1 (Strata-1), umur, roket militer, PhD in Aerospace, Professorship in Aerospace, Technical Director di bidang rocket technology and aerospace engineering, interview dengan media international, dan kompetisi riset.

"Kok bisa kebohongan itu terjadi bertahun-tahun? Kenapa banyak pihak bisa lengah dan tidak melakukan crosscheck? KBRI, grup Indonesia diaspora, Kominfo, media," kata Rika menceritakan keheranannya. "Bukan cuma banyak yang tertipu, tapi juga absurd." Rika berpendapat, kisah sukses pelajar Indonesia di luar negeri memang menyilaukan mata banyak pihak, sehingga melonggarkan kewaspadaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Rika, sangat lumrah seorang akademisi melakukan kesalahan. "Tapi kalau bohong, tamat sudah kredibilitasnya," kata dia yang mantan jurnalis itu.

Baca: Apakah Dwi Hartanto Mengidap Gejala Mythomania?

Dalam dokumen sepanjang lima halaman yang dimuat di situs ppidelft.net (Persatuan Pelajar Indonesia di Delft), Dwi mengaku berbohong atas semua informasi terkait dirinya yang diberitakan media nasional dan media sosial dalam tiga tahun belakangan ini. Surat klarifikasi bermaterai 6.000 tersebut tertanggal 7 Oktober 2017.

Dalam dokumen klarifikasinya, Dwi menyatakan bukan lulusan Tokyo Institute of Technology di Jepang. Melainkan lulusan strata-1 dari Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.

Setelah dari AKPRIND, Dwi mengambil program master di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics, and Computer Science, dengan tesis "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi-n3Xt Satellite Mission".

Saat ini, Dwi masih menjalani program doktoral di grup riset Interactive Intelligence, Departement of Intelligent Systems di fakultas yang sama di Delft di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy". "Informasi mengenai posisi saya sebagai post-doctoral apalagi assistant professor di TU Delft adalah tidak benar," tulis dia.

Di surat klarifikasi itu, Dwi berjanji tak akan mengulangi kesalahannya tersebut dan tetap berkarya di bidang kompetensinya yang sebenarnya, yakni sistem komputasi. Dia berjanji akan menolak pemberitaan maupun undangan berbicara di luar kompetensinya. "Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya, seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum," tulis Dwi.

Baca: Ini 5 Dosa Dwi Hartanto

Simak artikel lainnya tentang Dwi Hartanto hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

26 Desember 2017

Dwi Hartanto (kiri) dan Taruna Ikrar. (Facebook, Wikimedia Commons)
Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

Kaleidoskop 2017 sains Tanah Air terdiri dari dua peristiwa besar, yakni terbongkarnya kebohongan Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar.


Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

11 Oktober 2017

Fakta Bohong (Pizabay.com)
Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

Pernahkah Anda berbohong? Tentu saja pernah. Kebohongan pun tidak selalu buruk tapi juga bisa parah. Begini mendeteksinya


Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

11 Oktober 2017

Profil Dwi Hartanto di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda. (www.tudelft.nl)
Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

Mantan dosen pembimbing skripsi Dwi Hartanto, Yuliana Rahmawati, sedih dengan kasus pembohongan publik yang melilit bekas anak didiknya.


Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

11 Oktober 2017

Rektor Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta Amir Hamzah (tengah) sedang memberikan konferensi pers terkait pembohongan publik Dwi Hartanto, Selasa, 10 Oktober 2017. (TEMPO/Pribadi Wicaksono)
Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

Pihak Rektorat Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta menyatakan ikut tertekan atas tindakan Dwi Hartanto.


Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang mengaku sebagai asisten profesor bidang roket dan pesawat terbang. (Facebook/Dwi Hartanto)
Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan menilai Dwi Hartanto, 35 tahun, ilmuwan asal Indonesia telah mengingkari Pancasila.


Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

10 Oktober 2017

Rektor Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta Amir Hamzah (tengah) sedang memberikan konferensi pers terkait pembohongan publik Dwi Hartanto, Selasa, 10 Oktober 2017. (TEMPO/Pribadi Wicaksono)
Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

Ada fakta baru tentang kebohongan Dwi Hartanto


Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

10 Oktober 2017

Profil Dwi Hartanto di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda. (www.tudelft.nl)
Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

Pihak Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta angkat suara soal pembohongan publik yang dilakukan Dwi Hartanto.


Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto (Facebook/Dwi Hartanto)
Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

Pembohongan publik oleh Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, membuat Akprind Yogyakarta angkat bicara.


Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

10 Oktober 2017

ilustrasi bullying. Tempo/Indra Fauzi
Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

Kebohongan akademis seperti yang dilakukan Dwi Hartanto tidak bisa diterima, apalagi kebohongan akademis di publik. Apa solusinya?


Soal Pembohongan Publik Dwi Hartanto, Ini Sikap PPI Delft

9 Oktober 2017

Logo Perhimpunan Pelajar Indonesia Delft (PPI Delft). (ppidelft.net)
Soal Pembohongan Publik Dwi Hartanto, Ini Sikap PPI Delft

Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft (PPI Delft) angkat suara atas tindakan yang dilakukan Dwi Hartanto.