TEMPO.CO, Bandung - Pakar perubahan iklim Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, mengatakan angin puting beliung rawan terjadi di wilayah Jawa Tengah. "Karena sering terjadi tekanan rendah udara di sana," katanya, Rabu, 25 Oktober 2017.
Baca: Waspada Angin Puting Beliung di Musim Pancaroba, Ini Ciri-cirinya
Angin puting beliung berpotensi muncul saat musim pancaroba di Pulau Jawa yang berlangsung pada Oktober-November 2017.
Pada Senin lalu, di Kepulauan Seribu, Jakarta, muncul angin puting beliung. Menurut Armi, di daerah pantai atau daratan yang dekat dengan perairan rawan terjadi angin puting beliung. Pulau Jawa pun kerap menjadi lokasi kemunculannya dibandingkan dengan Sumatera atau Kalimantan, yang terhitung nihil kejadian.
Tahapan awal angin puting beliung terkait dengan proses pembentukan awan Cumulonimbus yang menjadi hitam di langit. Arus udara yang panas dari daratan naik dengan tekanan rendah ke awan, kemudian turun lagi dengan tekanan udara yang tinggi.
Dalam siklus tersebut, ketika terjadi anomali atau perbedaan tekanan udara, kata Armi, menyebabkan terjadinya angin puting beliung. "Proses pembentukannya seperti tornado, tapi skala dan kecepatan anginnya lebih rendah," ujarnya.
Gejala angin puting beliung, menurut dia, ditandai dengan munculnya awan hitam yang jaraknya tampak dekat dengan permukaan daratan sekitar 150-200 meter. Awan Cumulonimbus yang rendah itu disertai petir, tapi tidak diawali hujan atau angin kencang. "Putaran angin langsung muncul, waktunya bisa selama satu hingga tiga jam," kata Armi.
Baca: Kondisi Puluhan Rumah di Bekasi yang Disapu Angin Puting Beliung
Pada permukaan yang kasar, seperti banyak pepohonan dan bangunan, angin puting beliung akan cepat mati. Namun, jika berputar di area seperti air dan persawahan, pusaran angin bisa lebih lama.
ANWAR SISWADI