TEMPO.CO, Jalembang - Para pekerja menemukan susunan batu yang menyerupai material candi di Jawa di pemakaman Ki Ranggo Wiro Sentiko saat sedang memugar makam yang dibangun pada 1142 Hijriah atau 1730 Masehi itu.
Muhammad Heri Sutanto, salah seorang zuriat atau keturunan Ki Ranggo yang ditugasi mengawasi pemugaran, memastikan kawasan tersebut murni kompleks pemakaman Ki Ranggo dan keturunannya.
Baca: 'Pemakaman' Tan Malaka di Limapuluh Kota Diakhiri Kegiatan Haul
“Susunan batu yang kami temukan ini tadinya ditutupi tanah dan tumbuhan liar,” katanya, Senin, 6 November 2017. Makam sengaja dipugar agar dapat dijadikan media pembelajaran bagi keturunan.
Batu-batu tersebut menyerupai batu bata merah dengan ukuran tidak sama dengan ukuran batu bata dewasa ini. Batu yang berwarna hitam kemerah-merahan itu ada yang berbentuk tipis, ada pula yang berukuran agak tebal.
Menurut Heri, batu tersebut ditemukan di bagian gerbang masuk dan di sekeliling ungkonan. Saat ditemukan, batu-batu tersebut tersusun secara rapi sehingga tampak nilai arsitekturnya. Rencananya, batu-batu tersebut akan disusun seperti sedia kala untuk memperlihatkan keasliannya. “Berdasarkan sejarahnya, leluhur kami ini adalah seorang arsitektur andalan pada masanya," ujarnya.
Dari pantauan Tempo, sebelum bisa memasuki tempat pemakaman utama yang terdiri atas sembilan makam leluhur tersebut, pengunjung harus melewati puluhan makam para zuriat. Setelah itu, pengunjung baru akan memasuki gerbang makam yang bercat putih agak pudar.
Kelak, kawasan tersebut semakin nyaman dikunjungi karena saat ini pekerja sedang membuat jalan setapak dari conblock. Selain itu, rumput liar dan pohon-pohon yang dapat merusak bangunan sudah disingkirkan.
Menurut Heri, di dalam ungkonan atau kompleks pemakaman yang telah diberi atap dan dinding terdapat sembilan makam, yang salah satunya makam Ki Ranggo Wiro Sentiko. Sedangkan di luarnya terdapat puluhan makam para keturunan.
Sebelum pemugaran, kondisi di sekeliling ungkonan cukup memprihatinkan karena ditumbuhi pohon-pohon dan tanaman liar, seperti karet dan pisang. Bahkan tidak jauh dari ungkonan terdapat pondasi dan beberapa tiang rumah yang dibangun secara liar.
Kemas Andi Syarifuddin, keturunan lain sekaligus penulis sejarah "101 Ulama Sumsel", menjelaskan, Ki Ronggo Wiro Sentiko adalah salah seorang menteri di masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I).
Beliau dikenal sebagai pembantu Sultan dalam menangani urusan-urusan kesultanan, termasuk berjasa dalam membangun Gubah Ki RanggoWiro Sentiko, Gubah Kawah Tekurep, dan Masjid Agung Palembang.
Pada awalnya, Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko dibangun untuk tempat peristirahatan terakhir SMB I. Namun, karena bentuk gubah yang dibuat memiliki sumping serta menyerupai sebuah mahkota, hal itu dirasa tidak cocok dengan selera Sultan. Akhirnya, Sultan menghadiahkan bangunan tersebut untuk digunakan Ki Ranggo Wiro Sentiko beserta keturunannya.
Karena bentuk desainnya unik seperti mahkota penganten, akhirnya kompleks pemakaman ini diberi julukan sebagai Gubah Penganten. “Beliaulah pendiri dan arsitek Gubah Talang Keranggo,” kata Andi.
PARLIZA HENDRAWAN