Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terungkap, Kenapa Air Panas Lebih Cepat Membeku dari Air Dingin

Reporter

Editor

Nurdin Saleh

image-gnews
Es batu. thoughtco.com
Es batu. thoughtco.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Temuan sains terbaru menguap misteri soal air panas yang lebih cepat membeku dibanding air dingin. Selama ini, para ilmuwan dibikin bingung oleh fakta ini dan kini jawabannya sudah ditemukan.

Fakta bahwa cairan yang telah dipanaskan sebelumnya dapat membeku lebih cepat daripada yang sudah dingin pertama kali diamati oleh Aristoteles pada abad ke-4. Francis Bacon, bapak empirisme ilmiah; dan René Descartes, filsuf Prancis, juga tertarik pada fenomena tersebut.

Pada 1960, seorang siswa Tanzania bernama Erasto Mpemba menjelaskan hal itu kepada gurunya di kelas. Kata dia, campuran terpanas es krim dapat membeku lebih cepat dari yang dingin.

Pernyataan Mpemba ini- yang kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Efek Mpemba- mengilhami sebuah dokumen teknis tentang subyek tersebut.

Efeknya mulai dianalisis di majalah pendidikan dan sains. Namun perihal sebab dan akibatnya hampir tidak dipelajari sampai sekarang.

"Ini adalah efek yang secara historis belum ditangani dengan cara yang ketat, tapi hanya sebagai anomali dan keingintahuan didaktis," kata Antonio Prados, salah seorang peneliti dari Universidad de Sevilla jurusan fisika teoretis.

"Dari sudut pandang kami, penting untuk mempelajarinya dalam sistem dengan bahan minimal agar bisa mengendalikan dan memahami tingkah lakunya," katanya.

Tim fisikawan asal Spanyol yang berasal dari tiga perguruan tinggi terkemuka, yakni Universidad Carlos III de Madrid, Universidad de Extremadura, dan Universidad de Sevilla, berembuk bersama dan sepakat melakukan penelitian untuk membuka selubung misteri itu.

Kerja yang luar biasa. Untuk pertama kalinya, tim fisikawan tersebut mengetahui bagaimana dan mengapa paradoks yang dikenal sebagai Efek Mpemba dapat terjadi. Hasil penelitian itu kemudian mereka publikasikan dalam jurnal Physical Review Letters, pekan lalu.

Semua itu terjadi karena cairan granular, yaitu partikel yang sangat kecil dan berinteraksi di antara mereka yang kehilangan sebagian energi kinetiknya.

"Berkat karakterisasi teoretis ini, kami bisa mensimulasikannya di komputer dan melakukan penghitungan analitis untuk mengetahui bagaimana dan kapan Efek Mpemba akan terjadi," kata Antonio Lasanta, salah seorang peneliti.

Sebenarnya, Lasanta melanjutkan, timnya bukan hanya menguak Efek Mpemba, tapi juga efek sebaliknya. "Pendakian yang paling dingin bisa lebih cepat, yang akan disebut Efek Mpemba terbalik."

Bagaimana para peneliti itu mendapatkan jawaban soal hal tersebut? Lalu apa yang terjadi dalam penelitian itu?

Tim peneliti menggunakan dua gelas air, yang satu lebih panas dan satu lebih dingin. Kemudian keduanya diletakkan di dalam mesin pembeku. Jika Efek Mpemba berlaku, air yang lebih panas akan mencapai nol derajat lebih cepat daripada yang lebih dingin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dalam setiap gelas kimia, molekul yang membentuk air mengerumuni segala arah. Hasilnya terlihat. Di air hangat, molekul bergerak lebih cepat.

Sebaliknya, gerakan molekul yang lebih lambat terjadi di air yang lebih rendah suhunya. Di air dingin, gerakannya melambat seperti merangkak. Bahkan molekul terjebak di tempat atau seperti menggeliat lemah di tempat di air yang membeku.

Tim Lasanta menganalisis versi sederhana situasi ini. Partikel dalam cairan adalah bola kecil yang kehilangan sedikit energi setiap kali bertabrakan satu sama lain. Kebijakan konvensional atau keyakinan yang diterima secara luas menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan setiap gelas air untuk membeku hanya bergantung pada suhu awalnya.

Partikel di air panas bergerak lebih cepat, yang berarti mereka memiliki lebih banyak perlambatan. Jadi, semakin panas cair, semakin lama waktu yang dibutuhkan.

Namun para peneliti menemukan bahwa suhu bukanlah satu-satunya faktor penting. Jika partikel air seperti semut yang berkeliaran di sekitar sarang, suhu seluruh cairan sesuai dengan kecepatan rata-ratanya.

Hal ini memungkinkan para peneliti memahami skenario apa yang lebih mudah terjadi, yang merupakan salah satu kontribusi utama dari penelitian ilmiah tersebut.

"Berkat ini, kami telah mengidentifikasi beberapa bahan sehingga efeknya terjadi pada beberapa sistem fisik yang dapat kami gambarkan dengan baik secara teoretis," kata peneliti Francisco Vega Reyes dan Andrés Santos.

Mereka menjelaskan, skenario yang paling mudah terjadi adalah kecepatan putaran sebelum pemanasan atau pendinginan memiliki disposisi tertentu. "Misalnya dengan dispersi tinggi di sekitar nilai rata-rata."

Dengan cara ini, menurut para peneliti, evolusi suhu fluida dapat terpengaruh secara signifikan jika keadaan partikel disiapkan sebelum pendinginan.

Penelitian ilmu pengetahuan dasar tersebut, selain berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan mendasar, mungkin memiliki aplikasi lain pada jangka menengah atau panjang. Kelompok peneliti ini pun berencana melakukan eksperimen untuk memverifikasi teori tersebut.

"Hasil belajar meniru dan menggunakan efek ini mungkin dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari," kata para ilmuwan. Misalnya, membuat perangkat elektronik yang mendinginkan suatu benda lebih cepat.

SCIENCEDAILY | COSMOS MAGAZINE

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

21 Oktober 2023

Science Film Festival acara tahunan Goethe-Institut kembali hadir mulai tanggal 20 Oktober sampai 6 November 2020 di 24 kota di Indonesia
Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

Festival film Goethe-Institut ini merupakan perayaan komunikasi sains di Asia Tenggara dan Selatan, Afrika, serta Timur Tengah.


Ilmuwan Teliti Misteri Yeti Lewat DNA, Hasilnya?

5 Desember 2017

Ilustrasi Mahluk Yeti.
Ilmuwan Teliti Misteri Yeti Lewat DNA, Hasilnya?

Misteri binatang misterius dari pegunungan Himalaya, Yeti, diungkap para ilmuwan lewat pemeriksaan DNA.


Riset Terbaru: Domba Bisa Kenali Manusia, Ilmuwan Teliti Otaknya

24 November 2017

Peserta menyiapkan kambingnya untuk diikutsertakan dalam
Riset Terbaru: Domba Bisa Kenali Manusia, Ilmuwan Teliti Otaknya

Riset terbaru yang dilakukan ilmuwan di Universitas Cambridge menghasilkan temuan unik soal kemampuan domba mengenali manusia.