Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Riset Terbaru: Domba Bisa Kenali Manusia, Ilmuwan Teliti Otaknya

Reporter

Editor

Nurdin Saleh

image-gnews
Peserta menyiapkan kambingnya untuk diikutsertakan dalam
Peserta menyiapkan kambingnya untuk diikutsertakan dalam "Kontes Domba Garut dan Piala Kambing Kemerdekaan" di halaman Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, 27 Agustus 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.CO, JakartaRiset terbaru yang dilakukan ilmuwan di Universitas Cambridge menghasilkan temuan unik soal kemampuan domba mengenali manusia. Riset itu dianggap bermanfaat untuk membantu penemuan obat untuk penyakit Huntington.

Hasil penelitian itu baru saja dipublikasikan dalam jurnal Royal Society Open Science, dua pekan lalu. Disimpulkan bawah domba bisa mengenali pawang atau orang yang mengurusnya tanpa harus diperkenalkan lagi melalui foto.

Studi yang dilakukan para ilmuwan di Universitas Cambridge ini membuat serangkaian tes yang diberikan kepada domba untuk memantau kemampuan kognitif mereka.

Maksud dari penelitian ini adalah mempelajari gangguan neurodegeneratif, seperti penyakit Huntington. Penderita penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan biasanya dimulai saat dewasa. Salah satu efek serangannya adalah mereka tak bisa mengenali wajah orang lain.

Domba dipilih karena hewan ini memiliki ukuran otak yang relatif besar dan berumur panjang. Domba dianggap sebagai model hewan yang baik untuk penelitian itu.

Seperti beberapa hewan lain, antara lain anjing dan monyet, domba adalah hewan sosial yang bisa mengenali domba lain dan manusia yang dikenalnya. Namun tak banyak yang tahu mengenai kemampuan mereka dalam memproses wajah manusia.

Karena itulah, periset dari Departemen Pengembangan Fisiologi dan Ilmu Saraf Universitas Cambridge melatih delapan ekor domba untuk mengenali wajah manusia. Dalam penelitian ini, mereka memajang potret empat selebritas yang ditampilkan pada layar komputer.

Domba-domba itu diuji untuk mengenali wajah tersebut melalui gambar-gambar yang dipajang di sana. Sebuah pena diletakkan di gambar itu-yang fungsinya memecah sinar inframerah ke komputer sebagai indikator benar-salah jawaban mereka.

Bila para domba mengenalinya dengan benar, makanan menjadi hadiah untuk mereka. Sebaliknya, kalau jawaban mereka salah, bel berbunyi dan tidak ada imbalan untuk itu. Seiring waktu, mereka terlatih dengan hadiah hasil menjawab foto-foto selebritas tersebut.

Lolos dari fase latihan itu, domba kemudian diperlihatkan dua foto: wajah selebritas dan wajah lain. Dalam tes awal ini, domba diperlihatkan wajah dari depan. Namun, untuk menguji seberapa baik mereka mengenali wajah, para periset selanjutnya menunjukkan wajah mereka pada sebuah sudut.

Dalam tes ini, domba menjawab pertanyaan benar dengan hasil 80 persen. Atau delapan kali benar dari sepuluh kali kesempatan.

Seperti yang diduga, kinerja domba turun. Namun hanya sekitar 15 persen-angka yang sebanding dengan yang terlihat saat manusia melakukan tugas itu.

Akhirnya, para peneliti melihat apakah domba mampu mengenali pawang mereka. Pawang biasanya menghabiskan dua jam sehari bersama domba, dan domba sangat akrab dengan mereka.

Ketika foto potret pawang diselingi secara acak di tempat foto selebritas, domba memilih foto pawang di atas wajah asing sebanyak tujuh dari sepuluh kali.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama tugas akhir ini, peneliti mengamati perilaku yang menarik. Setelah melihat gambar pawang untuk pertama kalinya atau domba belum pernah melihat gambar orang ini sebelumnya, domba-domba itu telah melakukan "pemotretan ganda".

Pertama-tama, domba akan memeriksa wajah asing, lalu gambar pawangnya, dan wajah yang asing lagi sebelum mengambil keputusan untuk memilih wajah yang sudah dikenal, yakni pawangnya.

"Siapa pun yang telah menghabiskan waktu bekerja dengan domba akan tahu bahwa mereka cerdas, hewan individual yang bisa mengenali pawang mereka," kata Profesor Jenny Morton, yang memimpin penelitian tersebut.

Karena itu, Morton melanjutkan, penelitiannya telah menunjukkan bahwa domba memiliki kemampuan pengenalan wajah yang canggih, sebanding dengan manusia dan monyet.

"Domba berumur panjang dan memiliki otak dengan ukuran dan kompleksitas serupa dengan beberapa monyet," ujarnya.

Menurut Morton, dengan begitu berarti mereka dapat menjadi model yang berguna untuk membantu memahami gangguan otak, seperti penyakit Huntington-yang berkembang dalam waktu lama dan mempengaruhi kemampuan kognitif.

"Studi kami memberi kami cara lain untuk memantau bagaimana kemampuan ini berubah, terutama pada domba yang membawa mutasi gen yang menyebabkan penyakit Huntington," katanya.

Tim Profesor Morton pun baru-baru ini mulai mempelajari domba yang telah dimodifikasi secara genetik untuk membawa mutasi yang menyebabkan penyakit Huntington.

Ide untuk mempelajari bagaimana domba mengenali wajah didapat Morton karena manusia yang menderita penyakit Huntington memiliki kesulitan mengenali wajah.

"Dengan memahami otak domba secara lebih baik, periset medis dapat menggunakannya untuk menguji terapi yang pada akhirnya dapat digunakan pada manusia," Morton berharap.

Penyakit Huntington adalah gangguan neurodegeneratif yang tidak dapat disembuhkan dan biasanya dimulai saat dewasa. Awalnya, penyakit ini mempengaruhi koordinasi motorik, mood, kepribadian dan memori, serta gejala kompleks lainnya-termasuk gangguan dalam mengenali emosi wajah. Riset tarbaru soal domba diharapkan bisa membantu peneliti mengembangkan obat buat para penderita penyakit ini.

SCIENCEDAILY | NATIONAL GEOGRAPHIC

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

21 Oktober 2023

Science Film Festival acara tahunan Goethe-Institut kembali hadir mulai tanggal 20 Oktober sampai 6 November 2020 di 24 kota di Indonesia
Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

Festival film Goethe-Institut ini merupakan perayaan komunikasi sains di Asia Tenggara dan Selatan, Afrika, serta Timur Tengah.


Riset: Warga Urban Ingin Kota Dipenuhi Teknologi pada 2030

25 Januari 2019

Ilustrasi Internet of Things. pinterest.com
Riset: Warga Urban Ingin Kota Dipenuhi Teknologi pada 2030

Riset berbasis survei terbaru bahwa kehidupan warga urban ingin kotanya dipenuhi dengan teknologi pada 2030.


Cara Otak Manusia Memutar Kenangan: Mengaitkan dengan Hal Unik

16 Januari 2019

Peneliti Manuel Morrens, memegang otak manusia yang masukan dalam wadah di Rumah Sakit Kejiwaan di Duffel, Belgia, 19 Juli 2017. Rumah sakit jiwa ini telah menampung 3.000 otak manusia yang digunakan sebagai penetian penyakit kejiwaaan manusia. REUTERS/Yves Herman
Cara Otak Manusia Memutar Kenangan: Mengaitkan dengan Hal Unik

Tim ilmuwan dari University of Birmingham dan Cardiff University telah mengungkap bagaimana otak manusia merekontruksi atau menyusun kenangan.


Hubungan Seks Bisa Bikin Pria Depresi, Kok Bisa? Simak Riset Ini

30 Juli 2018

Ilustrasi pasangan dan seksualitas. Shutterstock.com
Hubungan Seks Bisa Bikin Pria Depresi, Kok Bisa? Simak Riset Ini

Riset terbaru mengungkap hubungan seks dan pria. Hasilnya cukup mengejutkan.


Riset Terbaru di AS Temukan Salah Satu Penyebab Insomnia

16 Maret 2018

Ilustrasi insomnia. shutterstock.com
Riset Terbaru di AS Temukan Salah Satu Penyebab Insomnia

Insomnia menjadi masalah besar bagi banyak orang dan penelitian terbau mengungkapkan adanya peran genetika terhadap kondisi ini.


Heboh Mikroplastik dalam Botol Air Kemasan, Apa Bahayanya?

15 Maret 2018

Kandungan mikroplastik dari hasil penelitian atas tiga merek air mineral dalam kemasan saat diteliti di laboratorium FMIPA-Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/3). (foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono)
Heboh Mikroplastik dalam Botol Air Kemasan, Apa Bahayanya?

Riset global terbaru dari State University of New York at Fredonia menunjukkan sejumlah merek air minum dalam botol tercemar mikroplastik.


Ilmuwan Teliti Misteri Yeti Lewat DNA, Hasilnya?

5 Desember 2017

Ilustrasi Mahluk Yeti.
Ilmuwan Teliti Misteri Yeti Lewat DNA, Hasilnya?

Misteri binatang misterius dari pegunungan Himalaya, Yeti, diungkap para ilmuwan lewat pemeriksaan DNA.


Terungkap, Kenapa Air Panas Lebih Cepat Membeku dari Air Dingin

21 November 2017

Es batu. thoughtco.com
Terungkap, Kenapa Air Panas Lebih Cepat Membeku dari Air Dingin

Misteri kenapa air panas lebih cepat membeku dibanding air dingin kini telah terpecahkan.