TEMPO.CO, Jakarta - Kerja sama Indonesia dan Cina untuk pengembangan bioteknologi menargetkan munculnya satu industri probiotik di Tanah Air. Kerja sama dengan industri Cina itu juga diperluas pada 2017 dengan menggandeng universitas agar bisa menghasilkan produk inovasi sehingga muncul industri baru di Indonesia.
Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Eniya Listiani Dewi yang mewakili Kepala BPPT dalam Forum Kerja sama Iptekin Indonesia-Cina di Jakarta, Senin, mengatakan kerja sama "Joint Laboratory on Biotechnology" dengan Cina bisa memperoleh hibah dalam mengembangkan produk probiotik dan enzim dari mikroba.
Baca: LIPI Gaet Anak Muda Meneliti Bioteknologi
"Jumlah hibahnya sekitar 6 juta yuan atau Rp 12 miliar untuk tiga tahun kerja sama. Dengan target ada produk dan juga tentu saja industri baru yang lahir di Indonesia, ini mengingat ada inovasi yang akan dihasilkan untuk perdagangan dan perindustrian," kata Eniya.
Dengan demikian BPPT selain menggandeng industri bioteknologi terbesar di Cina, yakni Qingdao Vland Biotech Group Co. Ltd., akhirnya juga menggandeng Zhejiang University.
Jika Indonesia dalam kerja sama ini menawarkan inovasi bipeat yang merupakan pengembangan produk mikrobiologi untuk menaikkan pH di lahan gambut, menurut dia, transfer teknologi yang diharapkan diperoleh dari Cina adalah ilmu pengembangan probiotik dan enzim.
"Sebetulnya kita tidak kalah, hanya saja di pasar lebih banyak barang impor. Untuk produk probiotik pasar Indonesia memang dipenuhi produk pakan ternak dari Cina dan Thailand sedangkan enzim dari India," lanjutnya.
Enzim ini sendiri sangat dibutuhkan untuk industri pulp and paper, deterjen dan kulit. Yang sudah dikembangkan BPPT bersama PT Petrokimia Gresik adalah pabrik pembuatan enzim mikroba yang menggantikan bahan-bahan kimia yang menghasilkan limbah yang buruk untuk lingkungan.
"Sehingga jika enzim diganti dari bahan kimia dengan mikroba maka hasilnya menjadi ramah lingkungan. Ramah lingkungan ini yang semakin dicari di produk-produk industri masa depan," ujar Eniya.
Kolaborasi Indonesia dengan Cina di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) sudah dirintis sejak 2011 yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tiongkok telah membentuk Joint Committee Meeting (JCM) untuk mengawal pelaksanaan kerja sama yang telah disepakati tersebut.
Hingga saat ini, penyelenggaraan JCM sudah terlaksana lima kali, terakhir dilakukan di Beijing pada Agustus 2017. Dan pada Forum Kerja sama Iptekin Indonesia-Cina yang digelar di Jakarta, Solo dan Yogyakarta, akan dilaporkan implementasi program dan kegiatan tentang joint laboratory bidang bioteknologi dan High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR), transfer teknologi, serta diskusi tentang potensi kerja sama lainnya.
ANTARA