TEMPO.CO, Cambridgeshire - Stephen Hawking meninggal dunia, Rabu, 14 Maret 2018, di kediamannya yang terletak di Cambridge, Inggris. Keluarga mengkonfirmasi berita wafatnya astrofisikawan terkemuka asal Inggris yang lahir pada 8 Januari 1942 itu.
"Kami berduka karena kehilangan ayah yang amat kami cintai," kata Lucy Robert, anak mendiang Hawking, seperti dilansir laman Sky News, Rabu, 14 Maret 2018.
Baca juga: Stephen Hawking Meninggal, Astrofisikawan Indonesia Ini Berduka
Buku A Brief History of Time (1988) karangan Stephen Hawking. (amazon.com)
Bisa dibilang, astrofisikawan terkemuka dari University of Cambridge ini menjadi penderita ALS yang bertahan paling lama, yakni lebih dari 50 tahun. Pengarang The Brief History of Time (1988) ini mengidap penyakit langka, yakni amyotrophical lateral sclerosis atau yang lebih dikenal dengan ALS sejak 50 tahun lalu. Hawking didiagnosis penyakit ALS pada umur 21 tahun. Saat itu, umurnya diprediksi tinggal 2 tahun.
ALS adalah penyakit saraf yang mematikan segala anggota gerak. Dalam kasus Hawking, hanya otak yang bekerja dan menyokong kehidupannya. Gejala awalnya seperti cedera saraf biasa: otot kram dan tegang. Gejala berlanjut hingga sulit untuk mengunyah hingga kehilangan kemampuan menelan. Untuk memenuhi nutrisi sehari-hari, Hawking mendapat asupan melalui selang kecil ke mulutnya.
Baca juga: Stephen Hawking Meninggal, Ini Pesan Terakhir Kepada Anak-anaknya
Stephen Hawkin (berdiri berkacamata) menjadi lulusan terbaik Ilmu Alam di Cambridge University. Namun Hawking sendiri pernah berada diperingat terbawah sekolahnya di Saint Albans School di Inggris. focusfeaturesmedia.com
Tim medis Hawking saat itu menyatakan, bahwa jarang ada yang selamat dari penyakit saraf langka ini. Penyebab utamanya lantaran jalur pernapasan terganggu. Atau, karena malnutrisi dan dehidrasi, jika otot untuk menelan kian memburuk. Namun Hawking mampu melawan. Tak hanya 2-5 tahun, dia mampu hidup sampai 50 tahun sejak pertama kali didiagnosis penyakit ALS.
Hingga kini, belum ada satu pun ilmuwan yang mampu menjawab kenapa hidup Hawking bisa begitu panjang: 76 tahun. Menurut ALS Association, organisasi dokter spesialis dan pakar ALS, lima persen pasien mampu bertahan lebih dari 20 tahun. Sebanyak 20 persen pasien ALS hanya bertahan lima tahun, sedangkan 10 persennya bertahan selama 10 tahun.
Salah satu dugaan pasien ALS bertahan adalah genetika. Studi yang pernah dilakukan Anthony Geraci, pakar ALS yang juga Direktur Neuromuscular Center di Neuroscience Institute, New York, Amerika, mengungkap ada 20 gen berbeda dari seluruh penderita ALS. "Bisa saja ada gen yang kuat, ada yang sebaliknya. Dan itu mempengaruhi penderitanya," kata Geraci, seperti dilansir laman Live Science.
Baca juga: Stephen Hawking: Surga Itu Tak Ada
Pernikahan Stephen Hawking dengan istri ke duanya Elaine Mason pada 1995. telegraph.co.uk
Ada juga studi yang mengungkap bahwa pasien ALS yang terjangkit pada usia muda mampu bertahan lebih lama ketimbang yang terjangkit pada usia senja. Hawking terjangkit penyakit ini saat berumur 21 tahun. Menurut data National Institute of Neurological Disorders and Stroke, penyakit ini kerap menjangkiti orang berumur 55-75 tahun.
Selama ini, baru dua obat yang sudah disetujui U.S Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan dan terapi pasien ALS. Keduanya, yaitu riluzole dan edaravone, yang mampu memberikan harapan hidup selama enam bulan. "Tapi kasus Hawking sangat unik," ujar Geraci. "Dia luar biasa."
Baca juga: Stephen Hawking Sebut Kiamat Terjadi Pada...
Buku The Grand Design (2010) karangan Stephen Hawking. (amazon.com)
Simak kabar terbaru Stephen Hawking meninggal dunia hanya di kanal Tekno Tempo.co.
THE GUARDIAN | LIVE SCIENCE | THE INDEPENDENT | SCIENTIFIC AMERICAN