TEMPO.CO, Brussels - Komisi Eropa pada hari Rabu, 18 Juli 2018, mendenda Google sebesar $ 5 miliar (Rp 72 triliun) karena memaksa pembuat ponsel yang menggunakan sistem operasi Android untuk menginstal aplikasi pencarian dan browser Google.
Baca: Didenda Rp 72 Triliun, Google Sebut Android Bakal Tidak Gratis
Baca: Terkait Android, Uni Eropa Denda Google Rp 72 Triliun
Komisi juga menetapkan batas waktu 90 hari bagi Google untuk memperbaiki masalah atau berisiko denda lebih lanjut. Keputusan itu bakal memisahkan aplikasi inti Search, Chrome, dan Play Store dari delapan aplikasi lain yang dipaketkan dengan Android.
Google mengatakan akan mengajukan banding atas putusan itu, dengan alasan bahwa sistem operasi gratisnya telah menyebabkan ponsel dengan harga lebih rendah dan menciptakan persaingan dengan saingan utamanya, Apple. “Android telah menciptakan lebih banyak pilihan untuk semua orang," kata CEO Google Sundar Pichai sebagaimana dilaporkan Daily Mail.
Mozilla Foundation, grup nirlaba yang menciptakan peramban pemblokir iklan ringan Firefox Focus, mengatakan keputusan itu memberikannya kesempatan untuk menggantikan Chrome sebagai peramban bawaan atau dipasang di sampingnya di beberapa ponsel.
Perusahaan itu telah dalam pembicaraan dengan produsen dari Huawei hingga Samsung tentang kemungkinan-kemungkinan itu. “Keputusan itu menciptakan peluang besar," ujar Denelle Dixon, chief operating officer Mozilla, hari Rabu, 18 Juli 2018.
Namun, putusan itu juga mungkin tidak akan banyak mengubah keadaan. Google Search, Chrome, dan Play Store sangat populer di kalangan konsumen dan pengembang. Produsen handset dapat memilihnya meski tidak mengikat.
"Ada kemungkinan produsen ponsel tidak akan benar-benar memanfaatkan kebebasan yang baru mereka dapatkan," kata Thomas Vinje, pengacara utama untuk FairSearch, kelompok lobi yang berbasis di Brussels yang didukung oleh Oracle, TripAdvisor dan yang lain yang merupakan penggugat utama dalam kasus tersebut. "Setidaknya itu membuka kemungkinan."
Denda, yang membatasi penyelidikan tiga tahun, adalah yang terbesar yang pernah dikenakan pada sebuah perusahaan oleh Uni Eropa untuk perilaku anti-persaingan.
Dalam tulisan blog yang membela keputusan Google untuk memaketkan penelusuran dan aplikasi Chrome di Android, CEO Google Sundar Pichai menjabarkan tanggapan perusahaan terhadap denda sebesar $ 5 miliar (Rp 72 triliun) dari Uni Eropa.
Pichai menyoroti fakta bahwa pengguna Android pada umumnya akan "menginstal sekitar 50 aplikasi" dan dapat dengan mudah menghapus aplikasi yang sudah diinstal. Tetapi jika Google dicegah dari memaketkan aplikasi miliknya, itu akan mengganggu ekosistem Android.
"Jika pembuat ponsel dan operator jaringan seluler tidak dapat menyertakan aplikasi kami di berbagai perangkat mereka, itu akan mengganggu keseimbangan ekosistem Android," jelas Pichai.
Pichai kemudian mengisyaratkan bahwa model bisnis Android gratis bergantung pada bundling aplikasi ini. "Sejauh ini, model bisnis Android berarti bahwa kami tidak perlu membebankan biaya kepada pembuat ponsel untuk teknologi kami, atau bergantung pada model distribusi yang dikontrol ketat," kata Pichai.
“Namun kami khawatir keputusan hari ini akan mengganggu keseimbangan yang kami alami dengan Android.”
Pernyataan halus Pichai tentang “keseimbangan” dari model bisnis Android akan dilihat sebagai peringatan kepada konsumen, pembuat ponsel, dan Komisi Eropa.
Google memperingatkan bahwa model bisnis Android miliknya saat ini bisa berubah, dan hal itu bisa berarti perusahaan perlu mempertimbangkan pemberian lisensi Android kepada pembuat ponsel.
AP | DAILY MAIL