Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Nasib Desa yang Dikepung Sawit

image-gnews
Tak Ada Lagi Limbek di Rawa Tripa
Tak Ada Lagi Limbek di Rawa Tripa
Iklan

TEMPO.CO, Banda Aceh - Wilayah desa (gampong) itu berada di tengah perkebunan sawit milik perusahaan Kalista Alam. Areanya terbatas hanya 1,5 hektar dan mereka tak berkutik setelah warganya bertambah banyak. Mereka kian terpinggirkan.

Baca: Genjot Konsumsi Sawit, Pengguna Biodiesel Perlu Diberi Insentif

Gampong Kuala Seumayam, Kecamatan Kuala Makmur, Kabupaten Nagan Raya, punya sejarah panjang berebut lahan dengan perusahaan sawit. “Awalnya kampung kami bukan di sini,” kata Muhammad, mantan Keuchik (Kepala Desa) tersebut pada akhir Juni 2018. Saat itu, Tempo berkunjung ke sana difasilitasi Walhi Aceh untuk melihat kondisi terakhir Rawa Tripa.

Rawa Tripa adalah kawasan hutan gambut seluas 61.803 hektar yang terletak di Nagan Raya, Aceh, masuk dalam kawasan ekosistem Leuser yang menyerap karbon terbesar di Aceh. Sebagian besar wilayah itu telah dikuasai perkebunan kelapa sawit dan perkebunan warga.

Kata Muhammad, bertambahnya penduduk membuat ruang desa semakin sempit. Mereka telah berkali-kali memohon kepada pemerintah untuk diberikan lahan tambahan untuk pengembangan desa. “Tapi sampai kini, wilayah administrasi desa masih 1,5 hektare saja,” katanya.

Bahkan mereka tak punya ruang untuk pendidikan. Sebuah sekolah dengan tiga ruang telah dibangun di kawasan dekat perbatasan desa, masuk dalam wilayah HGU. Tapi, sekolah yang dibantu dana pemerintah Nagan Raya tahun lalu, tak kunjung digunakan karena adanya protes dari perusahaan.

Sekolah itu rencananya untuk menambah ruang belajar bagi sekolah yang ada sekarang di pusat desa, sebuah Sekolah Dasar (SD) sampai kelas 3 dengan satu guru PNS. Setelah itu pindah ke SD yang terletak sekitar 8 kilometer dari pusat desa. Itu dulunya dibangun pemerintah memakai lahan PT Kalista dekat dengan barak-barak para pekerja.

Desa itu awalnya tidak berlokasi di lahan HGU, tapi di dekat pantai menghadap Samudera Hindia, sekitar 7 kilometer dari sana. Tapak Desa Kuala Seumayam lama berada di Muara Sungai Krueng Seumayam, wilayah itu telah dihuni sejak zaman Belanda.

Mereka pindah ke lokasi sekarang untuk mengungsi sejak tahun 2000, karena wilayah desanya kerap terjadi kontak senjata masa konflik Aceh. “Awalnya di sini hanya barak-barak,” kata Zainuddin, tetua Gampong Kuala Seumanyam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat mengungsi, warga mempunyai populasi sekitar 60 Kepala Keluarga. Saat ini wilayah itu diisi oleh 80 KK dengan kisaran 300 jiwa. Mereka kerap kembali ke wilayah pemukiman dulu, karena masih ada kebun-kebun di sana. Belakangan, sebagian wilayah mereka yang dulu masuk dalam HGU sebuah perusahaan sawit lainnya di sana, PT SPS II.

Menurut Zainuddin, sebagian warga terus bertahan membuka lahan di hutan-hutan yang berbatas dengan pemukiman dulunya, menguasai satu atau dua hektare lahan. “Warga tak perduli lagi lahan HGU milik siapa, sebagian terus bertahan membuka lahan.”

Silang sengkarut lahan terus terjadi di kawasan Rawa Tripa sampai kini. Pemerintah Aceh berjanji akan menatanya kembali. “Nanti kami akan coba duduk bersama (para pihak) kembali untuk membahas beberapa masalah yang terjadi di sana,” kata Syahrial, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh saat dikonfirmasi Tempo.

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, M Nur mengungkapkan berdasarkan penelusuran pihaknya, aktivitas perambahan dilakukan oleh masyarakat pada hampir seluruh wilayah untuk membuka lahan baru. Pemerintah perlu melakukan pemantauan secara maksimal ke sana. “Melihat kondisi riil dan selanjutnya melakukan perbaikan.” 

Menurutnya, saling klaim lahan bisa saja membuat konflik warga dengan warga maupun warga dengan perusahaan. Selain itu juga menghabiskan setiap jengkal lahan gambut di area tersebut.

Tempo bersama beberapa jurnalis lain mencoba mendatangi kantor perusahaan PT SPS II yang terletak di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, beberapa waktu lalu.Tapi, belum berhasil mendapatkan korfirmasi terkait silang sengkarut lahan dengan warga. Security perusahaan tersebut, Darmawa, mengatakan tidak ada pimpinan perusahaan di sana yang dapat memberikan keterangan terkait hal tersebut.

Simak artikel lainnya tentang perkebunan sawit di kanal Tekno Tempo.co

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dugaan Korupsi APBDes di Tiga Desa di Tulungagung, Kejaksaan: Ada Kejutan Setelah Idul Fitri

19 hari lalu

Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Tulungagung, Beni Agus Setiawan Foto: ANTARA/HO - Joko Pramono
Dugaan Korupsi APBDes di Tiga Desa di Tulungagung, Kejaksaan: Ada Kejutan Setelah Idul Fitri

Kejaksaan Negeri Kabupaten Tulungagung sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi anggaran desa (APBDes) di sejumlah desa


Airlangga Sebut Penyerapan Dana Peremajaan Sawit Rakyat di Bawah 30 Persen

27 hari lalu

Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, saat ditemui di area acara Peresmian Pembukaan Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024, pada Kamis, 15 Februari 2024 di JIExpo Convention Center & Theater, Jakarta Utara. TEMPO/Adinda Jasmine
Airlangga Sebut Penyerapan Dana Peremajaan Sawit Rakyat di Bawah 30 Persen

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Penyerapan Dana Peremajaan Sawit atau PSR masih rendah.


Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

27 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa malam, 27 Februari 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.


365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

27 hari lalu

Sawit 2
365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.


Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

27 hari lalu

Shutterstock.
Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.


Pemerintah Naikkan Dana Peremajaan Sawit Rakyat Menjadi Rp 60 Juta

27 hari lalu

Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qalbi dan jajaran Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Akselerasi Peremajaan Sawit Rakyat, di Jakarta, pada Selasa, 5 Maret 2024. Tempo/Novali Panji
Pemerintah Naikkan Dana Peremajaan Sawit Rakyat Menjadi Rp 60 Juta

Pemerintah naikkan dana peremajaan sawit rakyat menjadi Rp 60 juta. Berlaku mulai Mei tahun ini.


Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

27 hari lalu

Shutterstock.
Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

Regulasi EUDR juga mempengaruhi penggunaan suplemen pakan ternak yang terbuat dari sawit.


PT Timah Bantah Mitranya Garap Lahan Perusahaan Sawit Malaysia

32 hari lalu

PT. Timah (ANTARA)
PT Timah Bantah Mitranya Garap Lahan Perusahaan Sawit Malaysia

CV El Hana Mulia dalam melaksanakan aktivitasnya tetap berada di kawasan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.


Wae Rebo Masuk Daftar Kota Kecil Terindah di Dunia Menurut The Spectator Index 2024

35 hari lalu

Rumah adat Mbaru di Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur. TEMPO
Wae Rebo Masuk Daftar Kota Kecil Terindah di Dunia Menurut The Spectator Index 2024

Wae Rebo di Flores menempati di urutan kedua setelah Rothenburg ob der Tauber di Jerman sebagai kota kecil terindah di dunia.


Menteri Teten Pamer Kelebihan Minyak Makan Merah di DPR: Murah hingga Dipuji Chef Juna

36 hari lalu

Minyak Makan Merah. Unair
Menteri Teten Pamer Kelebihan Minyak Makan Merah di DPR: Murah hingga Dipuji Chef Juna

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yakin minyak makan merah atau M3 bakal laku di pasaran sebagai alternatif minyak kelapa sawit.