TEMPO.CO, Jakarta - Menurut riset dan survei terbaru yang dilakukan Dell, perusahaan teknologi global, definisi gamer saat ini telah bergeser. Gamer, dalam riset tersebut, bukan lagi seorang remaja penyendiri yang bermain di rumah.
Baca juga: Laptop Gaming Dell G3 - G7 Dirilis di Indonesia, Ini Kehebatannya
"Banyak variabel yang membuat tren gamer bergeser," ujar Consumer Country Director Dell Indonesia, Tjipto Suparto, mengutip riset tersebut dalam peluncuran laptop gaming Dell terbaru di bilangan Jakarta Selatan, Kamis, 26 Juli 2018.
Riset yang dilakukan Dell terhadap 5.763 pemain video game di 11 negara itu juga mengungkapkan bahwa pemain game saat ini sangat beragam. Mulai dari pekerja dengan dua anak, hingga wanita yang duduk di sebelah Anda di kereta komuter, atau, yang umum ditemui, suami atau istri, saudara atau teman.
Baca juga: Inilah Evos Esports, Tim Gamer Profesional dari Indonesia
Tjipto menjelaskan, bergesernya definisi gamer ini juga disebabkan karena platform online, media sosial, dan didorong popularitas e-sport yang kian naik daun. Komunitas game kini terus berkembang, kata Tjipto, termasuk dari sisi keragaman dan inklusivitas.
"Kini, sebutan sebagai seorang 'gamer' tidak lagi dipandang sebagai suatu cemoohan," ujarnya.
Survei tersebut juga mengungkap, tidak sampai satu dari 10 orang merasa “dihakimi,” “kekanak-kanakan” atau “malu” disebut sebagai seorang “gamer” (masing-masing 8-9 persen). Sebaliknya, mereka menganggap sebutan “gamer” sebagai label positif dan dirasa “menyenangkan” (35 persen), “keren” (29 persen), atau “bersemangat” (26 persen).
Baca juga: Riset: Lebih Aman Naik Bus Kota dari Mobil Pribadi dan Sepeda
Sementara itu, Tjipto menjelaskan, beberapa gamer bersedia untuk melakukan apa saja agar bisa fokus terus bermain game. Mayoritas dari mereka justru memiliki minat atau hobi lain seperti musik, olahraga, jalan-jalan dan bersosialisasi.
Komunitas game juga kini sudah tidak lagi hanya khusus “klub laki-laki,” karena hanya 14 persen pemain game di seluruh dunia yang peduli tentang jenis kelamin lawan mereka. Umumnya, gamer menyambut siapa saja yang berada di balik komputer.
Ketika diminta menyebutkan apa saja faktor yang menjadi pertimbangan utama tentang gamer saingan mereka, hal-hal berikut dilihat tidak penting bagi sebagian besar gamer: budaya/etnis (8 persen), orientasi politik (7 persen), dan orientasi seksual (6 persen). Yang paling penting adalah tingkat keterampilan gamer yang menjadi lawan mereka (40 persen).
Baca juga: Video Game (Bukan Lagi) untuk Anak-anak?
Simak riset menarik lainnya tentang gamer hanya di kanal Tekno Tempo.co.