TEMPO.CO, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperbarui tipe Gempa Lombok pasca gempa Ahad, 5 Agustus 2018 dan sepekan sebelumnya. Dari semula tipe satu, Gempa Lombok diklasifikasikan menjadi tipe dua.
Baca: Gempa Lombok Capai Magnitudo 7, Ini Kata Pakar Gempa ITB
Baca: Gempa 7,0 SR di NTB: Terjadi 14 Gempa Susulan, Begini Petanya
"Gempa Lombok saat ini tipe dua, meski sebelumnya kita nyatakan sebagai tipe satu, karena saat itu belum tahu akan terjadi gempa besar," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, Senin, 6 Agustus 2018.
Berdasarkan data dari BMKG, gempa Ahad 5 Agustus 2018 pukul
18:46:35 WIB pada koordinat lintang -8.37 dan bujur 116.48 bermagnitudo 7.0 dengan kedalaman 15 kilometer. Lokasinya berjarak 18 kilometer arah barat laut Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Sumber gempa itu dekat dengan sumber gempa bermagnitudo 6,4 tepat sepekan sebelumnya, Ahad, 29 Juli 2018, pukul 05:47:39 WIB di garis lintang -8.26 dan bujur 116.55 berkedalaman 10 kilometer. Lokasinya berjarak 28 kilometer arah barat laut Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Daryono merujuk ahli gempa Jepang Kiyoo Mogi (1963), mengatakan gempa tipe dua dicirikan oleh munculnya serangkaian gempa kecil sebagai pendahuluan (foreshocks), kemudian terjadi gempa utama dengan kekuatan besar, selanjutnya diakhiri serangkaian gempa susulan dengan magnitudo dan frekuensi kejadian yang terus mengecil.
Adapun gempa tipe satu, dicirikan munculnya gempa utama yang diikuti oleh sejumlah gempa susulan dengan magnitudo dan frekuensi kejadian yang terus mengecil.
Peneliti dan ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano mengatakan, jenis gempa di Indonesia beragam di suatu lokasi zona gempa.
Dia menyarankan semua pihak agar berhati-hati ketika mengklasifikasikan tipe gempa, apalagi ketika menjadi informasi yang dikonsumsi publik. "Saya sendiri suka agak khawatir, apakah ada gempa lanjutan yang lebih besar," katanya, Senin, 6 Agustus 2018.
Menurut Irwan, beberapa fakta gempa di daerah tektonik aktif yang sudah lama tidak gempa, banyak memicu kejadian gempa besar. Gempa yang memicu lindu lebih besar ada beberapa model gempa di Indonesia.
Berdasarkan kejadian gempa sebelumnya di daerah lain di Indonesia, jeda waktu antara gempa pendahuluan dengan gempa utama beragam. Ada yang berselang bulanan, mingguan, bahkan dalam hitungan jam. Apa yang dikira gempa utama, ternyata kemudian merupakan gempa awal atau pendahuluan.
Berdasarkan statistik, kata Irwan, kebanyakan jenis gempanya langsung gempa utama yang diikuti gempa susulan. Jenis gempa pendahuluan yang kuat dilanjut gempa utama yang lebih besar magnitudonya, kasusnya lebih sedikit. Termasuk Gempa Lombok belakangan ini. "Tapi yang seperti itu beberapa kali pernah terjadi di Indonesia," kata Irwan.