TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah memperpanjang izin operasi bagi Lapindo Brantas Inc di ladang minyak dan gas, Blok Brantas, Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca: Beri Izin Lagi, ESDM: Lapindo Brantas Berikan Tawaran Terbaik
Ahli dan peneliti geologi dari Institut Teknologi Bandung, Lambok Hutasoit, mengingatkan risiko pengeboran terkait dengan keberadaan mud volcano atau gunung api lumpur di wilayah Jawa Timur. "Kondisi di bawah permukaan itu bagaimana harus dilihat, jangan terulang lagi banjir lumpur," katanya, Rabu, 8 Agustus 2018.
Lambok dan tim telah memetakan sebaran mud volcano atau gunung api lumpur di wilayah Jawa Timur. Ia tergerak meneliti tak lama setelah musibah luapan lumpur dari ladang pengeboran Lapindo Brantas di Sidoarjo pada 2006. "Sebaran mud volcano di zona Kendeng di wilayah tengah sepanjang Jawa Timur, termasuk Sidoarjo," kata Lambok.
Data pada peta sebaran mud volcano itu berasal dari pengeboran rekan-rekan Lambok yang dikumpulkan hingga lima tahun lalu. "Mereka harus lihat itu. Ada seismik sebelum ngebor, jadi bisa diduga di bawahnya apa," ujar Lambok.
Di zona Kendeng, kata dia, ada puluhan lokasi pengeboran minyak dan gas (migas) yang aman, hingga ke lepas laut pun tidak bermasalah. Namun ia enggan menilai salah tidaknya Lapindo Brantas dulu yang pengeborannya mengakibatkan banjir lumpur panas.
Selain itu, ia meminta pemerintah dan SKK Migas tidak lagi mengizinkan lokasi pengeboran seperti di sumur Banjar Panji yang dekat dengan jalan tol. "Jangan lagi sembarang kasih izin seperti itu," katanya.
Lambok mengatakan tekanan lumpur dari bawah permukaan sangat kuat. Secara alami, lumpur itu bisa keluar karena terdorong tekanan ke atas permukaan. "Kalau ditusuk seperti dibor itu memberi jalan lumpur keluar," katanya. Teknis pengeboran yang aman sudah diterapkan operator, seperti mengebor sambil menahan lumpur keluar dari bawah permukaan.
Mud volcano, kata Lambok, merupakan endapan lumpur di permukaan bekas laut. Endapan masa lalu itu lalu terlapis material berulang-ulang hingga terpendam di bawah permukaan sekarang.
Sebelumnya diberitakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akhir pekan lalu memperpanjang izin operasi bagi Lapindo Brantas Inc di ladang minyak dan gas Blok Brantas, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Kami telah mempelajari betul setiap proposal pengeboran Lapindo, dan kami tetap minta mereka berkomunikasi dengan pemerintah daerah agar kejadian yang lama tidak berulang," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi Djoko Siswanto dalam acara penandatanganan perpanjangan kontrak di Ruang Damar, Kementerian Energi, Jakarta Pusat, Jumat, 3 Agustus 2018.
Sebelumnya, kontrak pengelolaan ladang migas onshore yang ada di Sidoarjo ini akan berakhir pada 22 April 2020. Untuk itu, para operator eksisting di Blok ini pun mengajukan izin perpanjangan kontrak kepada pemerintah mengikuti skema gross split atau bagi hasil kotor. Permintaan itu disetujui dan kontrak diperpanjang sampai 20 tahun ke depan hingga 2040.
Dengan demikian, Lapindo Brantas, yang juga anak perusahaan PT Energi Mega Persada, dan perusahaan lain kembali akan melakukan eksplorasi migas di lokasi yang tak jauh dari semburan lumpur panas ini. Ada tiga perusahaan eksisting yang akan melanjutkan eksplorasi dan produksi migas, dengan komposisi Lapindo Brantas 50 persen, PT Prakarsa Brantas 32 persen, dan Minarak Labuan Co, Ltd 18 persen.
Presiden Direktur Lapindo Brantas Faruq Adi Nugroho mengatakan perusahaannya telah menggelontorkan dana hingga US$ 115 juta untuk investasi pada eksplorasi migas. Faruq menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah dan masyarakat Sidoarjo atas kepercayaan ini. "Alhamdulillah hampir tidak ada kendala, masyarakat Sidoarjo sangat mendukung," ujarnya.