Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penyelam Tunggangi Hiu Paus, Ini Kata Peneliti Mamalia Laut LIPI

image-gnews
Beberapa penyelam terlihat mendekati hiu paus di perairan Teluk Cendrawasih, Papua. Twitter/@FishGOD
Beberapa penyelam terlihat mendekati hiu paus di perairan Teluk Cendrawasih, Papua. Twitter/@FishGOD
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti mamalia laut dari Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi, Pusat Penelitian Oseonografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sekar Mira, menanggapi video viral seorang penyelam yang menunggangi hiu paus. Menurutnya, hal itu berbahaya bagi penyelam dan hiu paus itu.

Baca: Heboh Video Viral Penyelam Tunggangi Hiu Paus, Ini Kata WWF

"Hiu paus adalah hiu berukuran besar sehingga banyak yang menganggapnya sebagai paus. Padahal hiu dan paus sangat berbeda," ujar Sekar saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin, 13 Agustus 2018. "Karena berukuran besar dan jinak, banyak traveller yang jika bertemu sering menyentuhnya."

Dalam video yang viral tersebut, penyelam tampak memegang dan menarik-narik sirip hiu paus. Dan beberapa penyelam lainnya memegang kepala si hiu paus. Lokasi video tersebut disinyalir berada di Teluk Cendrawasih, Papua Barat.

Hiu paus memakan ikan-ikan dan udang-udang kecil dengan cara diisap masuk ke dalam mulutnya yang lebar. Hal itu, kata Sekar, sangat berbeda dengan jenis hiu lain yang sering dianggap ganas atau top predator dan bergigi tajam.

Sekar mengatakan, menyentuh bahkan menunggangi hiu paus sangat berbahaya bagi keselamatan diving traveller dan hiu paus itu sendiri.

"Apalagi jika tiba-tiba si hiu paus membuat manuver, biasanya dengan kibasan ekor, itu dapat mencelakai diving traveller. Kebiasaan menyentuh bahkan menunggangi juga tidak disarankan karena akan mengganggu keleluasaan si hiu paus untuk bergerak," kata Sekar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Manuver hiu paus, kata dia, tidak dapat diantisipasi oleh penyelam. Sehingga, dibutuhkan jarak minimal ketika berinteraksi dengan hewan tersebut. Dengan itu, wisata laut akan tetap ramah lingkungan dan habitat laut.

Sekar juga menjelaskan bahwa di bagian daerah pangkal ekor hiu paus memiliki masa otot yang sangat besar dan berbahaya. Bahkan, Sekar berujar, dalam penyelamatan paus terdampar dan terjerat jaring pun dirinya belajar teknik khusus untuk melakukannya agar tetap safety first.

"Begitu pula interaksi dengan mega fauna perairan lainnya, seperti paus, lumba-lumba dan dugong. Mereka termasuk mamalia laut yang keleluasaan bergeraknya penting," lanjut Sekar.

"Karena mereka harus naik ke permukaan untuk bernafas, bayangkan jika diberati traveller yang menungganginya. Itu berat, kan mamalia bernapas dengan paru-paru jadi harus ambil napas dari udara."

Simak artikel menarik lainnya tentang penyelam yang menunggangi hiu paus hanya di kanal Tekno Tempo.co

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemimpin Kepulauan Solomon Kecam Jepang: Jika Air Fukushima Aman, Buang Saja di Jepang!

1 hari lalu

Manasseh Sogavare, Perdana Menteri Kepulauan Solomon. Sumber: Reuters
Pemimpin Kepulauan Solomon Kecam Jepang: Jika Air Fukushima Aman, Buang Saja di Jepang!

Perdana Menteri Kepulauan Solomon mengecam tindakan Jepang yang membuang air radioaktif Fukushima ke Samudera Pasifik


Langit Jakarta Kembali Kelabu, Ini Kata Peneliti BRIN

9 hari lalu

BNPB melakukan evaporasi buatan dengan teknik baru water-spray untuk mengurangi polusi udara Jakarta selama KTT ASEAN di Jakarta, Selasa 5 September 2023. (Antara/HO-BNPB)
Langit Jakarta Kembali Kelabu, Ini Kata Peneliti BRIN

Pada hari Rabu, 13 September 2023, polusi udara Jakarta kembali meningkat ditandai dengan langit yang berwarna kelabu.


BRIN Kukuhkan 4 Profesor Riset dari Berbagai Bidang, Dari Teknologi AI Hingga Nuklir

11 hari lalu

Papan nama Gedung BRIN di Jakarta. Foto: Maria Fransisca Lahur
BRIN Kukuhkan 4 Profesor Riset dari Berbagai Bidang, Dari Teknologi AI Hingga Nuklir

Masalah air danau hingga nuklir menjadi perhatian para periset BRIN.


Peneliti BRIN Duga Terjadi Fenomena Firenado di Bromo

12 hari lalu

Tangkapan gambar diduga fenomena fire tornado atau firenado di wilayah kebakaran Gunung Bromo pada 10 September 2023. (Instagram/@pendakilawas)
Peneliti BRIN Duga Terjadi Fenomena Firenado di Bromo

Pada saat kejadian, wilayah sekitar Gunung Bromo memiliki tekanan udara permukaan yang relatif tinggi.


Bertemu PM Cina di KTT G20, PM Inggris Konfrontasi Soal Dugaan Mata-Mata

13 hari lalu

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak pada KTT G20 di New Delhi, India, 9 September 2023. REUTERS/Evelyn Hockstein/Pool
Bertemu PM Cina di KTT G20, PM Inggris Konfrontasi Soal Dugaan Mata-Mata

Perdana Menteri Rishi Sunak telah mengkonfrontasi Perdana Menteri Cina Li Qiang tentang campur tangan Beijing dalam demokrasi parlementer Inggris


Wakil Rektor Unair Masuk Deretan Top 100 Peneliti Indonesia, Beri Tips Bagi Peneliti Pemula

16 hari lalu

Wakil Rektor Unair Muhammad Miftahussurur. Dok. Unair
Wakil Rektor Unair Masuk Deretan Top 100 Peneliti Indonesia, Beri Tips Bagi Peneliti Pemula

Wakil Rektor Unair yang masuk deretan top 100 peneliti Indonesia berbagi tips untuk peneliti pemula.


Jokowi di KTT ASEAN - India: Lautan Bukan Tempat Konfrontasi

17 hari lalu

Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Direktur Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 4 September 2023. Pertemuan itu digelar menjelang pembukaan KTT ASEAN ke-43. TEMPO/Subekti.
Jokowi di KTT ASEAN - India: Lautan Bukan Tempat Konfrontasi

Presiden Jokowi menyinggung soal isu keamanan maritim saat membuka KTT ASEAN - India di Jakarta


Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

20 hari lalu

Nenek moyang kera dan manusia yang baru diidentifikasi, Anadoluvius turkae. (Kredit gambar: Sevim-Erol, A., Begun, D.R., Szer, .S. dkk., Universitas Toronto, EurekAlert)
Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

Dalam studi baru tersebut, para peneliti menganalisis fosil kera yang baru diidentifikasi dari situs orakyerler berusia 8,7 juta tahun di Anatolia.


10 Ikan Teraneh dan Terunik di Dunia, Ada yang Menyerupai Batu dan Bisa Berubah Warna

20 hari lalu

Seekor ikan OLionfishO berenang di perairan Labuan Bajo, 5 Mei 2017. Labuan Bajo dijadikan sebagai 10 destinasi pariwisata prioritas karena banyak menawarkan berbagai bentuk pesona alam yang menakjubkan tak terkecuali keindahan alam bawah lautnya. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
10 Ikan Teraneh dan Terunik di Dunia, Ada yang Menyerupai Batu dan Bisa Berubah Warna

Tidak semua ikan berbentuk sama. Berikut 10 ikan teraneh dan terunik di dunia.


Orang Bajau Tak Hanya di Indonesia, Gipsi Laut Ini juga Ada di Tiga Negara Asia Tenggara

24 hari lalu

Foto udara permukiman suku Bajau Torosiaje yang berada di atas laut, di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, 10 Agustus 2020. Suku Bajau terkenal sebagai suku pengembara laut dan nelayan ulung dalam mencari ikan, menyelam tanpa alat bantu dalam waktu yang lama serta kemampuan melihat tanda alam untuk mengetahui berbagai hal. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Orang Bajau Tak Hanya di Indonesia, Gipsi Laut Ini juga Ada di Tiga Negara Asia Tenggara

Orang Bajau memiliki hubungan yang dalam dan tidak dapat dipisahkan dengan laut.