TEMPO.CO, Bandung - Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kristianto, mengatakan lembaganya sengaja memperlebar areal terlarang untuk dimasuki di sekitar Gunung Anak Krakatau sudah sekitar sebulan terakhir, dari radius 1 kilometer menjadi 2 kilometer.
Baca: Gunung Anak Krakatau Kian Tinggi, Ini Penjelasan Ilmiahnya
“Sekarang lontaran materialnya sudah sampai ke pantai,” katanya kepada Tempo di ruang kerjanya di Bandung, Selasa, 21 Agustus 2018.
Kris mengatakan, beberapa bulan terakhir terindikasi terjadi peningkatan suplai magma Gunung Anak Krakatau. Material pijar yang terlontar akibat letusan strombolian, yang menjadi ciri khas gunung itu, mulanya hanya terlontar sampai sekitar kawah gunung itu, tapi kini terpantau sudah mencapai garis pantai.
Pengamatan Gunung Anak Krakatau kini dilakukan secara intens di pos pengamatan di Pasauran, Banten, yang berjarak 42 kilometer dari gunung itu. Letusan strombolian, yang mirip dengan kembang api, bisa terlihat jelas pada malam hari dari pos tersebut. “Material pijar itu, kalau difoto dengan kamera kecepatan rendah, bisa dilihat jatuhnya ke mana. Ini ada yang sudah mencapai pantai,” ujar Kris.
Kris mengatakan lembaganya khawatir dengan kebiasaan wisatawan dan nelayan, yang kerap nekat mendarat ke pulau Gunung Anak Krakatau di tengah kemungkinan lontaran material letusan gunung, yang jangkauannya lebih jauh dari biasa.
“Sekarang banyak wisatawan yang masuk pulau. Cuma, berangkat dari peningkatan aktivitasnya itu, dengan adanya letusan menerus, makanya kita naikkan radiusnya dari 1 kilometer jadi 2 kilometer,” ucapnya.
Kris menuturkan lontaran material letusan Gunung Anak Krakatau saat ini kerap menembus jarak hingga lebih dari 1 kilometer dari puncak. Biasanya, lontaran material letusan tersebut hanya jatuh di sekitar kawah. Penyebab lontaran letusan makin jauh adalah peningkatan suplai magma gunung itu. “Pengaruh dari suplainya, lontaran tadi makin jauh. Tidak disarankan sekarang ini untuk merapat ke Pulau Anak Krakatau,” tuturnya.
Menurut Kris, lontaran letusan material pijar itu sebenarnya tidak berbahaya asal manusia tidak mendekatinya. Lontaran material letusan tersebut bahkan bisa dinikmati keindahannya dari pulau-pulau terdekat dari gunung itu. “Apalagi malam hari, sering kelihatan aktivitas letusan strombolian. Bisa dilihat lewat kamera tele pada malam hari semburan material pijar tersebut,” katanya.
Kris berujar aktivitas letusan gunung Anak Krakatau relatif fluktuatif. Saat ini, misalnya, abu letusan gunung itu cenderung terpantau sekitar 200-300 meter dari kawahnya. “Lebih banyak abu letusan itu terbawa angin ke arah barat daya,” ujarnya.
PVMBG mengamati aktivitas Gunung Anak Krakatau mulai mengalami peningkatan pada 25 Juni 2018 dengan peningkatan aktivitas kegempaan. Pada Juli 2018 mulai terpantau gempa embusan, yang disusul dengan sejumlah letusan. Pada Sabtu, 18 Agustus 2018, misalnya, terpantau 578 kali gempa letusan. “Sekarang cenderung menurun lagi. Tapi aktivitas gunung itu masih terpantau gempa letusan di atas 100 kali sehari. Pada tanggal 20 Agustus 2018, misalnya, terpantau 169 kali gempa letusan,” ucap Kris.