"Game yang disebut killer atau pembunuhan, dari sudut pandang kami bertentangan dengan nilai-nilai Olimpiade, karena itu tidak dapat diterima," ujar Presiden IOC Thomas Bach, seperti dilansir
Metro.co.uk, Selasa, 4 September 2018.
Hal itu membuat Bach tidak yakin eSport bisa masuk dalam Olimpiade. IOC telah menangani dengan serius tentang kemungkinan eSport masuk menjadi cabang olaharaga dalam gelaran Olimpiade mendatang.
Menurut laman Associated Press, tidak jelas apa yang dimaksud Bach game apa yang dikategorikan sebagai game pembunuhan atau diskriminasi. Namun, dia mengisyaratkan bahwa tidak ada permainan yang menampilkan kekerasan atau pembunuhan yang bisa ditandingkan.
"Tentu saja setiap olahraga tempur memiliki asal-usul dalam pertarungan nyata di antara orang-orang," tambah Bach. "Tapi olahraga adalah ekspresi yang beradab. Jika Anda memiliki e-games tentang membunuh seseorang, ini tidak dapat diselaraskan dengan nilai-nilai Olimpiade kami."
Olimpiade terdekat akan digelar di Tokyo, Jepang pada tahun 2020. eSport juga sudah ditandingkan secara eksibisi dalam gelaran Asian Games 2018 yang baru saja selesai, dan kemungkinan akan kembali ditandingkan dalam gelaran SEA Games 2019 di Manila, Filipina, bahkan di olimpiade.
Apa yang dikatakan Bach sepertinya tertuju pada beberapa game yang sudah sering dikompetisikan, seperti League Of Legends, Dota 2, Counter-Strike: Global Offensive, Overwatch, Starcraft II, PlayerUnknown Battlegrounds dan Fortnite.
Hanya ada beberapa eSports populer yang tampaknya memenuhi syarat karena didasarkan pada olahraga dunia nyata, seperti FIFA dan Madden NFL.
Simak artikel menarik lainnya tentang
eSport dalam olimpiade hanya di kanal Tekno Tempo.co