TEMPO.CO, Bandung - Gempa Donggala yang bermagnitudo 7,4 pada Jumat, 28 September 2018 pukul 17:02 WIB diwarnai oleh kejadian tsunami Palu. Air laut setinggi 2 meter masuk ke teluk hingga sampai ke Kota Palu. Menurut tim dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, kenaikan air laut tidak semata oleh gempa.
Baca juga: Tsunami Palu, BNPB Temukan Banyak Korban di Pantai
Dari sudut pandang ilmu geologi dan ilmu kelautan, kenaikan air laut ini bukan saja disebabkan oleh gempa. Ahli Teknik Sedimentologi dari Geologi ITB Dardji Noeradie mengatakan, bentuk (geometri) pantai Teluk Donggala bisa memperkuat kenaikan air laut. "Selain itu memiliki analog dengan yang dikenal sebagai fenomena tidal bulge atau tidal bore," katanya lewat keterangan tertulis, Sabtu, 29 September 2018.
Menurut Dardji, peristiwa tidal bulge adalah fenomena geologi yang terjadi saat matahari, bumi dan bulan dalam satu garis sehingga bisa menimbulkan semacam gelombang pasang. Tingginya hanya beberapa sentimeter di samudra yang luas. Tetapi pada waktu mencapai daerah pantai yang berbentuk teluk, gelombang yang relatif rendah tersebut mengalami amplifikasi sehingga bisa mengakibatkan perbedaan pasang surut yang sangat besar.
Baca juga: Kerusakan Rumah Warga Pascagempa Donggala dan Tsunami Palu
"Mekanisme amplifikasi akibat geometri teluk tersebut yang saya duga mempunyai kontribusi terjadinya tsunami yang relatif besar di teluk Palu," kata Dardji. Alasannya, di tempat lain seperti di Mamuju tinggi pasangnya hanya 6 sentimeter dan di Donggala hanya 50 sentimeter. Selain itu, kata Dardji, faktor lain yang sangat memungkinkan amplitudo tsunami di Palu menjadi besar disebabkan oleh faktor jarak terhadap pusat gempanya.
"Tsunami di Palu tidak ada kaitanya dengan tidal bulge, tetapi sumbernya tetap gempa yang terjadi dan diamplifikasi oleh teluk yang sedemikian rupa," kata Dardji.
Dosen Geologi ITB lainnya, Bambang Priadi mengatakan, fenomena tidal bulge itu diartikan sebagai efek air pasang yang terjadi terutama pada delta yang bentuknya seperti corong. Di dunia, efek air pasang ini terekam di Teluk Benggala Bangladesh dan Teluk Fundy di Kanada.
Baca juga: Bantu Evakuasi Tsunami Palu, Uni Eropa Aktifkan Satelit Darurat
Di Bangladesh, yang terletak dekat Teluk Benggala, fenomena itu sering menyebabkan banjir sebagai akibat dari badai yang terjadi jauh dari pantai. Kejadian itu karena bentuk Teluk Benggala yang menyempit ke arah utara membuat amplifikasi gelombang ke arah Bangladesh.
Kondisi pasang surut biasa itu diperkuat atau diamplifikasi dengan geometri teluk. "Gelombang air laut setelah mengenai tepi teluk memantul dan beresonansi dengan gelombang laut dari sisi teluk yang berhadapan," katanya.
Kenaikan air laut yang semula kecil akibat tsunami, bisa saja diperkuat oleh bentuk morfologi pantai tempat gempa terjadi. Teluk Donggala memiliki orientasi utara-barat laut dan selatan-tenggara. Lautan dari Selat Makassar menjorok sekitar 30 kilometer ke dalam bagian tengah Pulau Sulawesi sisi sebelah barat yang berujung di Kota Palu.
Teluk Donggala memiliki lebar kurang dari 10 kilometer. Kedalaman teluk ini berangsur dari pantai hingga maksimum 200 meter menurut pengukuran batimetri oleh Bappeda Kota Palu. Benyamin Sapiie ahli Tektonik dari Geologi ITB menambahkan, gempa tektonik yang memicu longsoran di bawah laut serta geometri Donggala adalah penjelasan mengapa tsunami bisa terjadi dengan amplitudo yang meningkat saat mencapai daratan.
Baca juga: Gempa Donggala dan Tsunami Palu, Jepang Siap Bantu Indonesia
Simak kabar terbaru seputar tsunami Palu hanya di kanal Tekno Tempo.co.