TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG, Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kasbani, mengatakan sejumlah laporan kerusakan akibat gempa Palu M7,4 yang diterima lembaganya beragam, mulai dari tsunami, longsor, likuifaksi, hingga semburan lumpur.
“Utamanya terjadi di Palu dan Donggala. Tim kami akan mendata itu karena sepertinya cukup luas wilayahnya,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 1 Oktober 2018.
Baca: Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Gempa Blitar dan Tsunami Palu
Baca: Dampak Kerusakan Gempa di Palu: Tsunami hingga Likuifaksi
Kasbani mengatakan, tsunami misalnya dilaporkan terjadi, kendati pemicu gempa tersebut diduga berkaitan dengan zona sesar Palu-Koro dengan mekanisme pergerakannya bergeser.
“Karena ini daerah teluk (dengan kontur kedalaman) terjal, kemungkinan bisa saja terjadi longsoran bawah laut. Bisa saja dari tebing laut yang runtuh,” kata dia.
Laporan kerusakan selanjutnya berupa gerakan tanah di antaranya longsor. “Kalau longsor terjadi di mana-mana, seperti di jalan di antara Palu dan Poso, banyak terjadi longsor di situ,” kata Kasbani.
Peristiwa likuifaksi atau peluluhan tanah juga dilaporkan terjadi saat gempa Palu M7,4 tersebut. “Likuifaksi itu manifestasi terjadinya gempa,” kata dia.
PVMBG juga mendapat laporan terjadi semburan lumpur di Mamuju, Sulawesi Tengah. Semburan lumpur tersebut sempat diikuti dengan munculnya api. “Semburan lumpur itu diikuti gas yang terbakar, sepertinya gas metan. Kita akan cek,” kata dia.
Kasbani mengatakan lembaganya akan memeriksa semburan lumpur tersebut, kaitannya dengan kejadian gempa Palu. Kendati lokasi Mamuju relatif jauh dari pusat gempa, tapi daerah tersebut juga melaporkan gempa terasa. “Terkait dengan semburan lumpur itu, apakah terkait dengan kejadian gempa Palu,” kata dia.
Menurut Kasbani, analisa lanjutan dari gempa Palu M7,4 masih menunggu hasil penelitian tim yang dikirim lembaganya. “Kemungkinan terkait dengan sesar Palu-Koro. Sesar tersebut banyak ordenya,” kata dia.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat PVMBG, Akhmad Solikhin, mengatakan untuk penyebab tsunami ada dua hipotesa yang berkembang. “Pertama dari aktivitas sesar. Gempa tersebut membuat deformasi di bawah laut yang mengangkat air dan memicu tsunami. Walaupun itu sesar geser, tapi masih ada komponen vertikalnya, jadi memungkinkan untuk mengangkat air yang memicu tsunami,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 1 Oktober 2018.
Sementara hipotesa kedua tsunami dipicu oleh longsor di bawah laut. “Kita belum tahu longsornya di mana. Dibutuhkan data lapangan untuk bisa mengetahui itu. Di dasar laut tersebut ada daerah yang curam, dan batuannya relatif lose (lepas), ketika gempa, material dalam dimensi besar yang runtuh bisa memicu tsunami,” kata Akhmad.
Akhmad mengatakan, laporan yang banyak diterima terjadi likuifaksi atau peluluhan. Gempa tersebut memicu air tanah di batuan yang relatif jenuh air terperas sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung tanah yang menopang bangunan di atasnya.
“Wilayah Palu sudah dipetakan rawan likuifaksi. Bisa dilihat dari jenis batuannya, dan faktor tanahnya yang jenuh air. Likuifaksi dicirikan dengan terjadinya semburan air atau pasir,” kata dia. “Kalau areanya besar, terjadi peluluhan, daya dukung tanahnya melemah, banyak bangunan yang ambruk.”
Peluluhan itu bahkan sempat terekam kamera video dan viral, yakni rumah yang terlihat bergeser berikut tanah yang menopangnya dilaporkan terjadi di Sigi, selatan Palu. “Video itu menunjukkan tanah bergerak. Karena tanah sudah berubah seperti bubur, kemudian di bawahnya ada bidang gelincir, sehingga tanah dan rumah bergerak. Tanahnya sudah seperti lumpur, dia bergeser ke arah yang lebih rendah,” kata Akhmad.
Akhmad mengatakan, semburan lumpur yang dilaporkan terjadi di Mamuju bisa juga dipicu oleh peristiwa likuifaksi. “Semburan lumpur itu bisa juga karena faktor likuifaksi, tapi kita harus periksa di lapangan. Atau bisa juga seperti mud volcano, gunung lumpur,” kata dia.
Simak artikel lainnya tentang gempa Palu di kanal Tekno Tempo.co.