TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membenarkan kerjasama proyek sistem pendeteksi tsunami Indonesia dan Amerika saat ini mandek. Kelanjutan proyek itu mandek setelah proyek ini berjalan dan buoy telah dipasang.
Baca juga: Indonesia Tak Punya Pendeteksi Tsunami Karena Proyek Mandek?
Meski begitu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menolak jika dikatakan alasan mandek karena kekurangan dana. Daryono berdalih saat ini pemerintah sedang fokus terhadap perbaikan infrastruktur pasca gempa bumi dan tsunami melanda Palu, Sulawesi Tengah pada 28 Oktober lalu.
"Butuh dana besar kan itu. Jadi ada prioritas, mana yang perlu didahulukan," kata dia di gedung BNPB, Jakarta Timur pada Kamis, 4 Oktober 2018.
Baca juga: Beberapa Faktor Penyebab Tsunami Palu Makan Banyak Korban
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan Indonesia sudah tidak memiliki alat pendeteksi tsunami atau buoy sejak 2012. Dia mengatakan sistem peringatan dini tsunami saat ini mengandalkan pemodelan.
"Sejak 2012, buoy tsunami sudah tidak ada yang beroprasi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Ahad, 30 September 2018. Buoy tsunami merupakan sensor mengapung yang menjadi sistem peringatan dini bencana tsunami. Alat tersebut dapat mengukur ketinggian permukaan air laut dan memberikan informasi ke institusi terkait.
Sutopo menduga buoy sudah tidak lagi berfungsi karena kurangnya pendanaan untuk penanggulangan bencana. Dia mencontohkan angggaran untuk BNPB terus turun tiap tahun. "Dulu anggaran hampir mendekati Rp 2 triliun rupiah, sekarang hanya Rp 700 miliar," kata dia.
Baca juga: Ini Hoax Terkait Tsunami Palu: Jumlah Korban hingga Foto FPI
Proyek sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, yang mungkin bisa mencegah jatuhnya korban tsunami Palu, disebut telah dihentikan. Padahal, sistem sensor dasar laut berteknologi tinggi paduan dari serat kabel optik dan buoy ini, yang melihat data gelombang suara, dimaksudkan untuk menggantikan sistem peringatan dini tsunami pasca-tsunami Aceh pada 2004 yang menewaskan lebih dari 120 ribu jiwa.
Menurut Louise Comfort, pakar manajemen bencana dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat, yang menjadi anggota proyek tersebut, menyebut perselisihan antar-lembaga di Indonesia tentang siapa yang bertanggungjawab menjadi akar permasalahannya. Imbasnya, proyek senilai US$ 69 ribu (setara Rp 1 miliar), hanya sampai pada pembuatan prototipe yang dikembangkan Amerika Serikat dengan dana dari US. National Science Foundation.
"Bagi saya ini bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tapi tragedi ilmu pengetahuan," ujar Comfort, yang memimpin proyek ini dari tim Amerika Serikat, seperti dilansir laman Time, 1 Oktober 2018. Proyek ini juga melibatkan para ilmuwan dari Woods Hole Oceanographic Institute dan pakar bencana di Indonesia. "Hati saya hancur. Kalau saja proyek tersebut tetap berjalan, tidak akan banyak jatuh korban."
Setelah tsunami 2004 yang menewaskan lebih dari 230 ribu jiwa di belasan negara, termasuk Indonesia, berbagai lembaga riset internasional berinisiatif membangun sistem peringatan dini tsunami. Khususnya negara-negara di sekitar Samudera Hindia yang rawan tsunami dan Indonesia--negeri seribu gempa.
Baca juga: Buta Soal Tsunami Palu, Ini Kata BMKG
Inisiatif tersebut berhasil mendapatkan pendanaan dari Jerman dan beberapa negara lain untuk memasang 22 jaringan buoy--alat pendeteksi tsunami. Buoy inilah yang nantinya akan terhubung dengan sensor dasar laut untuk mendapatkan sitem peringatan dini tsunami paling canggih di dunia.
Tragisnya, setelah proyek ini berjalan dan buoy telah dipasang, alat ini malah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Gempa yang cukup besar di Sumatera pada 2016 menimbulkan kepanikan di Kota Padang merupakan indikasi bahwa alat yang satunya seharga ratusan ribu dolar itu tidak bekerja. Dugaan sementara alat-alat tersebut dirusak, dicuri, atau berhenti bekerja karena kurangnya dana pemeliharaan.
Hal itu diperparah saat lembaga-lembaga di Indonesia yang terlibat dalam inisiatif sistem peringatan dini tsunami mengalami pemotongan anggaran pada 2017. Saat itu, menurut Comfort, lembaga yang bertanggungjawab di Indonesia saling lempar dan berimbas pada gagalnya pemasangan sistem kabel.
"Ditunda," kata Comfort mengutip alasan dari tiga lembaga Indonesia yang berwenang, tanpa menyebut lembaga terkait. Padahal, menurut dia, Kementerian Keuangan Indonesia telah menyetujui pendanaan pemasangan sistem kabel peringatan dini tsunami. "Dalam proyek kami di Bandung ada keengganan serupa dalam mempersiapkan sesuatu yang menurut mereka tampaknya tidak mungkin.
Baca juga: Tsunami Palu Gagal Dideteksi, Luhut: Tolong, Buoy Jangan Dicuri
Simak kabar terbaru seputar proyek sistem pendeteksi tsunami hanya di kanal Tekno Tempo.co.
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI