TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti yang terlibat dalam penemuan lukisan gua Kalimantan, Adhi Agus Oktaviana, menceritakan bagaimana awal mula dirinya dan tim menemukan gambar cadas itu. Terungkapnya lukisan gua tertua di dunia itu, kata dia, berawal dari penelitian yang sudah dilakukan.
Baca juga: Lukisan Gua Berumur 40 Ribu Tahun di Kalimantan Terungkap
"Seperti kita tahu sebelumnya 'kan gambar cadas di Sangkulirang-Mangkulitan itu awalnya hasil penelitian kerja sama antara peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan peneliti Prancis sekitar tahun 1990-an. Terus ekspose di Indonesia pas zaman saya kuliah tahun 2005 yang dipresentasikan di Museum Nasional," ujar pria yang disapa Aa yang juga peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Selatan, Kamis, 8 November 2018.
Gambar cadas tersebut ditemukan di gua-gua yang berada di atas pegunungan terpencil di Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur. Di gua-gua di daerah terpencil itu menyimpan gambar-gambar purba, termasuk ribuan penggambaran tangan manusia (stensil), hewan, simbol abstrak dan motif yang saling berhubungan.
Hasil proses render lukisan gua berumur 40 ribu tahun yang ada di Sangkulirang-Mangkalihat. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Baca juga: Menarik, Lukisan Gua Kalimantan 40.000 Tahun Tidak Berubah Banyak
Gambar cadas tertua dari gua tersebut yang penanggalannya adalah gambar seekor hewan yang tidak teridentifikasi. Kemungkinan spesies banteng liar yang hingga kini masih ditemukan di hutan Kalimantan. Gambar cadas tersebut memiliki penanggalan minimum sekitar 40.000 tahun yang lalu.
"Saat itu Pak Pindi mempresentasikan itu dengan Nick Hendrik. Setelah itu, bergulir kemudian pas saya masuk di Arkenas, saya kan dulu ikut penelitian di Sulawesi, di Maros-Pangkep pada 2014. Terus ternyata tim yang Sulawesi ini memang rencana ini bikin riset untuk tahu umurnya, karena yang di Sulawesi 40 ribu tahun, terus di kalimantan itu awalnya baru 9 ribu sampai 14 ribu tahun," kata Aa.
Saat itu, Aa menjadi asisten peneliti asal Griffith University Australia, Maxime Aubert, yang juga spesialis penanggalan gambar cadas. Keduanya mendatangi Pindi yang disertasinya penelitian di Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat. Akhirnya, kata dia, mulai menyusun program dan meminta ijin ke Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi untuk melakukan riset.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria dan perwakilan peneliti menyerahkan replika lukisan atau gambar cadas berusia 40.000 tahun dari Kalimantan Timur kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis, 8 November 2018. TEMPO/Khory
Baca juga: Lukisan Gua Kalimantan, Bukti Seniman Zaman Es di Nusantara
Setelah itu, Aa melanjutkan, tim yang tergabung sejumlah 15 orang langsung melakukan survei di beberapa gua untuk cek penanggalan. Sebab, untuk mencari sampel agak sulit. Dan banyak gambar yang mereka temui. Beberapa gua ditelusuri, mulai Gua Tewet hingga Gua Tamrin. Kemudian ke Gua Hamdan Saleh yang dipertanggalkan oleh peneliti Prancis dan Pindi.
"Akhirnya kita ambil sempel di situ. Pada 2016, kami kembali lagi ke sana Pak Pindi dan Pak Max sampai ke Liang Sara. Di gua itu proses analisisnya enggak bisa cepat dapat hasilnya. Setahun kemudian, Max memberikan informasi bahwa dating-nya sudah keluar, sekitar 40 ribu. Ada tiga fase, yakni 40 ribu, 20 ribu terus sampai yang 4 ribu tahun," ujar Aa.
Aa menghitung, butuh waktu empat tahun lamanya proses penelitian tersebut. Mulai dari pengajuan sampai ditulis dan diterbitkan dalam jurnal Nature. Penelitian yang berjudul 'Borneo Palaeolithic Rock Art', kata Aa, bisa dibilang sudah diakui secara internasional, karena sudah didokumentasi oleh jurnal sains terbaik.
Untuk menuju lokasi gua, Aa mencertkan, jika berangkat dari Jakarta, kita naik pesawat menuju ke Balikpapan. Di sana, tim peneliti langsung menuju ke Sangata dengan kendaraan bermotor untuk selanjutnya berkordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya, serta Bupati Sangata dan langsung menuju Sangkulirang.
Baca juga: Lukisan Gua Kalimantan akan Diajukan Sebagai World Heritage
"Dari Samarinda ke Sangkulirang itu kita bisa menempuh sekitar kurang lebih 8 sampai 9 jam. Nah, dari Sangata ada namanya Hambur Batu. Di situ kita berpindah dari mobil naik katingting atau perahu satu motor selama 3 jam. Setelah itu sampai di base camp Gua Tewet," kata Aa. "Sekarang sudah buat house di sana atau rumah singgah, itu kalau penelitian untuk tahun depan juga memudahkan kita."
Di area Gua Tewet, tim peneliti, beberapa hari bermalam untuk membuat base camp dipinggir sungai. "Untuk makan juga kita bawa logistik, terus mancing dapat ikan, karena penduduk setempat yang ikut penelitian juga itu jago-jago mancing," ujar Aa sambil tertawa. Selesai mengambil sampel di Gua Tewet, berlajut ke Gua Tamrin.
"Terus kita ngecek di Gua Pindi, gua yang ditemukan oleh Pak Pindi. Setelah dari situ kita berjalan 3 jam untuk menuju ke Gua Ham. Nah, disitu ada yang namanya Tebo, sebelum itu karena ada pemanjatan kita harus bermalam dulu, besoknya kita sampai ke Gua Jeriji Saleh, tempat ditemukannya gambar cadar 40 ribu tahun," kata Aa.
Baca juga: Lukisan Gua Pra-Sejarah Terinspirasi Suara
Simak artikel menarik lainnya seputar lukisan gua Kalimantan hanya di kanal Tekno Tempo.co.