TEMPO.CO, Jakarta - Malware WannaCry ternyata masih merajalela pada kuartal ketiga 2018. Perusahaan keamanan siber, Kaspersky Lab, menerbitkan sebuah laporan bahwa ransomware WannaCry menduduki puncak daftar malware kripto yang paling banyak tersebar. Malware ini menyerang sebanyak 74.621 pengguna unik di seluruh dunia, setelah satu setengah tahun menyebar luas.
Baca juga: Hadapi Ransomware WannaCry, Jangan Hanya Andalkan Antivirus
"Meningkatnya serangan WannaCry menjadi pengingat bahwa epidemi tidak berakhir secepat permulaannya. Akan selalu ada konsekuensi jangka panjang," ujar peneliti keamanan dari Kaspersky Lab Fedor Sinitsyn, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 17 November 2018.
Serangan-serangan tersebut menyumbang sebanyak 28,72 persen dari keseluruhan pengguna yang ditargetkan malware kripto pada kuartal tiga 2018. Persentase meningkat dibandingkan setahun lalu, dimana serangannya menunjukkan pertumbuhan signifikan yaitu lebih dari dua pertiga dibandingkan kuartal tiga 2017 dengan 16,78 persen.
Baca juga: Heboh WannaCry di Indonesia, RS Dharmais: Tebusannya Uang Bitcoin
Fakta tersebut merupakan salah satu temuan utama dari laporan evolusi ancaman teknologi informasi kuatal tiga Kaspersky Lab. Serangkaian serangan siber malware kripto WannaCry terjadi pada Mei 2017 dan masih dianggap sebagai salah satu epidemi ransomware terbesar dalam sejarah.
"Dalam kasus malware kripto, serangan bisa begitu parah sehingga perlu untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan melakukan patch pada perangkat, dari pada nantinya harus berurusan dengan file terenkripsi," kata Sinitsyn.
Meskipun Windows merilis patch dalam sistem operasinya untuk menutup kerentanan yang dimanfaatkan EternalBlue 2 bulan sebelum dimulainya serangan. WannaCry masih dapat menyerang ratusan ribu perangkat di seluruh dunia.
Baca juga: Setelah WannaCry, Ransomware Bad Rabbit Serang Rusia dan Eropa
Seperti yang dilakukan oleh malware kripto, WannaCry mengubah file di komputer korban menjadi data terenkripsi dan meminta sejumlah uang tebusan untuk kunci dekripsi. Atau dibuat oleh pelaku untuk menguraikan file dan mengubahnya kembali menjadi data asli, sehingga mustahil untuk mengoperasikan perangkat yang terinfeksi.
"Akibat yang ditimbulkan dari epidemi WannaCry sangat memprihatinkan, karena seringkali korban merupakan organisasi yang memiliki sistem jaringan, seperti perusahaan, pabrik dan rumah sakit yang dapat menyebabkan lumpuhnya operasional mereka," lanjut Sinitsyn.
Meskipun kasus menunjukkan bahaya malware kripto, dan sebagian besar PC di seluruh dunia telah diperbarui untuk menolak eksploitasi EternalBlue. Statistik menunjukkan bahwa para pelaku kejahatan siber masih mencoba untuk mengeksploitasi komputer-komputer yang belum melakukan patch dan terbukti masih banyak.
Secara keseluruhan, solusi keamanan Kaspersky Lab telah melindungi 259.867 pengguna unik dari serangan malware kripto. Stastik menunjukkan kenaikan yang tinggi sebesar 39 persen sejak kuartal dua 2018 yang berjumlah 158.921. "Dari pengamatan, pertumbuhannya cepat namun stabil, dengan peningkatan setiap bulan dihitung dari jumlah pengguna," tambah Sinitsyn. "Melihat WannaCry sebagai bagian dari malware kripto, Indonesia sendiri berada di urutan 6 sebagai negara yang paling banyak mendapat serangan malware kripto pada kuartal tiga 2018."
Baca juga: 3 Alasan Android Akan Aman dari Serangan Ransomware WannaCry
Simak artikel menarik lainnya seputar WannaCry atau malware hanya di kanal Tekno Tempo.co.