Sebenarnya, dalam penelitian sebelumnya, mereka telah menemukan hal serupa. Namun ketika itu ahli saraf mengabaikannya. Studi ini muncul ketika beberapa tahun lalu Cho dan Kim secara selektif memberi label dan merangsang neuron hippocampal yang mengarah pada mPFC dan memeriksa bagaimana manipulasi ini mempengaruhi pembentukan memori ketakutan pada tikus.
Baca juga: Terungkap, Ada Mikroplastik di Tinja Manusia: Simak Riset Berikut
Ketika dengan hati-hati memeriksa jaringan otak, mereka menemukan neuron hippocampal berlabel juga diproyeksikan ke amygdala. Awalnya mereka mengira ada yang salah dengan eksperimen itu.
"Namun, ketika kami mengulangi eksperimen, pola yang sama diamati secara konsisten. Kami menyadari bahwa ini bisa menjadi temuan menarik yang mungkin menjelaskan bagaimana informasi kontekstual diproses dan disampaikan di antara area otak untuk pembentukan memori ketakutan untuk konteks yang terkait dan sebuah peristiwa yang tidak menyenangkan," kata Kim.
Baca juga: Ridwan Kamil Minta Riset SMART CITY Bisa Diterapkan di Jawa Barat
Dalam riset itu, hewan pengerat yang jadi subyek eksperimental ditempatkan dalam konteks emosional yang netral, yakni ruangan yang aman dan yang tidak mengenakkan, seperti sengatan listrik. Untuk bertahan hidup di lingkungan yang dinamis itu, tikus mengembangkan respons ketakutan adaptif terhadap situasi berbahaya.
Dari aktivitas tiga serangkai di otak, yakni hippocampus, medial prefrontal cortex (mPFC), dan amygdala, muncul respons defensif sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Kemudian mereka belajar mengasosiasikannya dengan kejadian yang tidak menyenangkan dan menunjukkan respons ketakutan.
Temuan ini akan berguna bagi ilmuwan untuk menemukan cara yang lebih lekas mengusir rasa takut yang telanjur mengendap.
Baca juga: Seks Pagi Hari Bikin Tubuh Sehat, Simak Riset dan Manfaatnya
Simak riset menarik lainnya seputar menghilangkan rasa takut hanya di kanal Tekno Tempo.co.
SCIENCE DAILY | JNEUROSCI | CBNS UCR