TEMPO.CO, Jakarta - Ternyata ada unsur matematika yang rumit di dalam tubuh seekor kadal hijau. Sewaktu masih kecil, badan si kadal itu cuma punya satu warna. Namun, saat dewasa, kulitnya kemudian dipenuhi oleh bintik-bintik berwarna hitam dan hijau. Biasa saja, sepertinya. Tapi di mata para ilmuwan, setelah diamati, bintik dua warna itu ternyata menyerupai pola labirin.
Baca juga: Skor Matematika Indonesia Rendah, Bank Dunia: Perlu 3 Generasi
Nah, setelah diteliti dengan cermat ternyata pola tersebut--yang biasa muncul pada reptil atau satwa lain--sejalan dengan prinsip matematika persamaan Turing soal reaksi-difusi. Lebih jauh lagi, menurut para ilmuwan dari Universitas Jenewa, Swiss, pola tubuh kadal ini serupa dengan prinsip matematika lain: seluler automata.
Sebentar. Apa sebenarnya dua prinsip matematika itu? Sistem reaksi-difusi yang dikemukakan Alan Turing pada 1952 adalah model matematika tentang perubahan benda karena pengaruh proses reaksi dan difusi. Reaksi adalah kegiatan yang timbul akibat suatu gejala atau suatu peristiwa. Adapun difusi adalah penyebaran atau perembesan sesuatu dari satu pihak ke pihak lain, yang bersifat menyebar. Sederhananya, seperti kelakuan seorang fan yang mengganti gaya berpakaiannya setelah melihat model pujaan menggunakan tren pakaian terbaru.
Baca juga: Gawat Darurat Matematika, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Adapun seluler automata adalah susunan sel yang dapat berkembang secara paralel. Tiap sel akan meniru sel lain dan memilih sel-sel tertentu yang akan dikembangkan kemudian. Prinsip matematika ini dikembangkan ahli matematika John von Neumann pada 1948. Dalam artikel berjudul "A living mesoscopic cellular automaton made of skin scales", di jurnal Nature itu, tim peneliti menjelaskan cara kerja dua persamaan ini ada di tubuh satwa bernama latin Timon lepidus itu.
Selama penelitian, Michel Milinkovitch, biofisikawan dari Fakultas Genetika dan Evolusi, dan rekan-rekan penelitiannya, mengambil serangkaian foto beresolusi tinggi dari punggung tiga kadal jantan. Tim memulai mengambil foto sejak tiga reptil--yang jadi obyek penelitian--tersebut sejak berumur dua minggu hingga berumur empat tahun. Sebuah penelitian yang tak sebentar, memang. Mereka mendapatkan sekitar 5.000 pola heksagonal atau enam sisi di setiap punggung kadal.
Dalam jurnal itu, mereka menulis pola sisik punggung berubah dari waktu ke waktu. Mulai dari cokelat dengan titik putih hingga pola berbelit dengan warna hijau dan hitam. Setidaknya, mereka mencatat ada 1.500 perubahan sampai ketiga kadal betul-betul mendapatkan warna hijau dan hitam pada seluruh tubuhnya. Ini merupakan bentuk nyata dari persamaan Turing.
Baca juga: Stephen Hawking dan 5 Ramalannya yang Sempat Bikin Heboh