TEMPO.CO, Sharm el Sheikh - Poster berbahan kertas bertuliskan Wilmar dan sejumlah nama perusahaan tambang, kertas, minyak, makanan, dan minuman menempel pada tubuh aktivis lingkungan di lokasi Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Biodiversity, Ahad sore (malam waktu Indonesia), 25 November 2018 di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Baca juga: Biopiracy Jadi Isu Panas di Konvensi Keanekaragaman Hayati
Mereka membawa spanduk bertuliskan stop corporations kicking our planet dan defend mother earth. Mereka berdiri melingkar dan menendang globe atau bola dunia sebagai simbol kelakuan jahat korporasi merusak planet. Tempo berkesempatan meliput atas dukungan Climate Tracker, jaringan global yang beranggotakan 10 ribu jurnalis muda peliput iklim.
Nele Marien dari Friends of The Earth International di sela aksi protes mengatakan perusahaan sawit Wilmar dan korporasi sawit lainnya telah merusak hutan Indonesia demi mengejar keuntungan. "Mereka tidak peduli pada planet dan dampak kerusakan biodiversitas untuk masa depan," kata Nele.
Friends of The Earth International berjejaring dengan Wahana Lingkungan Hidup yang ada di Indonesia untuk melihat seberapa parah kerusakan hutan Indonesia akibat ekspansi perusahaan sawit.
Baca juga: Tiga Poin Penting Konvensi Keanekaragaman Hayati Mesir
Tempo sebelumnya menulis tentang Investigasi Greenpeace International yang menemukan pemasok minyak sawit Mondelez telah menghancurkan 70.000 hektare hutan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun. Greenpeace menemukan bukti ihwal persoalan kebakaran hutan, mempekerjakan anak-anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal hingga perampasan tanah.
Enam aktivis Greenpeace beberapa hari yang lalu di perairan Teluk Cadiz, di dekat Spanyol naik ke atas Kapal Stolt Tenacity yang membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau. Enam aktivis tersebut membentangkan spanduk bertuliskan "Save Our Rainforest dan Drop Dirty Palm Oil".
Dalam pemberitaan Tempo sebelumnya, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor Wilmar memiliki kebijakan non-deforestation peat and exploitation atau eksploitasi dan non-deforestasi (penebangan hutan) gambut yang sangat ketat.
Baca juga: Konvensi Keanekaragaman Hayati Bahas Mikroplastik Laut Indonesia
Uni Eropa berencana melarang penuh penggunaan sawit sebagai sumber energi terbarukan di Eropa pada 2021. Sawit Indonesia adalah satu satunya karena dianggap berkontribusi terhadap aksi deforestasi hutan-hutan di Indonesia.
Penasihat senior Menteri Lingkungan Hidup, Efransjah, menyebutkan moratorium perkebunan sawit berdampak pada penurunan deforestasi. Dia mengklaim angka deforestasi menurun dari 1, 5 juta hektare menjadi 1 juta hektare. Lalu turun lagi menjadi 900 ribu hektare dan sekarang turun 500 ribu per tahun. "Ada perbaikan karena banyaknya moratorium selama pemerintahan Presiden Jokowi," kata dia.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan Prancis dan Indonesia sedang membahas persoalan sawit secara bilateral. Prancis menginginkan sawit yang berkelanjutan dan mengantongi izin perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Institut Dayakologi: Kebun Sawit Hancurkan Biodiversitas Dayak
Simak artikel lainnya seputar keanekaragaman hayati hanya di kanal Tekno Tempo.co.