TEMPO.CO, Mason Bay - Sekitar 145 paus pilot bersirip panjang (Globicephala melas) secara misterius terdampar di pantai terpencil di Selandia Baru selama akhir pekan lalu, dan tidak ada satu pun makhluk malang itu yang bertahan hidup, sebagaimana dilaporkan Live Science, 27 November 2018.
Baca: Setelah 17 Hari Bawa Jasad Anaknya, Paus Orca Akhiri Tur Duka
Seorang pejalan kaki menemukan paus-paus itu di Mason Bay di Pulau Stewart/Rakiura, sebuah pulau terjal 19 mil (30 km) selatan pulau selatan Selandia Baru.
Pejalan kaki itu kemudian berjalan ke kantor Departemen Konservasi Selandia Baru (DOC) untuk melaporkan temuan tersebut, menurut pernyataan yang dirilis DOC, 26 November.
Tetapi pada saat pihak berwenang mencapai paus yang sedang sekarat itu, hampir separuh sudah mati. Setengah lainnya dalam kondisi buruk sehingga para ahli memutuskan untuk melakukan euthanasia.
"Lokasi terpencil, kurangnya personil dan kondisi ikan paus yang memburuk, menyebabkan hal yang paling manusiawi dilakukan adalah euthanasia," kata Ren Leppens, manajer operasi Rakiura. "Namun, itu selalu keputusan yang memilukan."
Beberapa mamalia laut juga terdampar di pantai Selandia Baru lainnya selama akhir pekan: 10 paus kerdil, paus sperma dan ikan paus sperma kerdil yang mati. Tetapi otoritas DOC percaya bahwa kejadian itu tidak terkait. Paus sperma dan dua paus pygmy mati, lapor DOC. Tim penyelamat berupaya untuk menyelamatkan delapan paus pygmy yang tersisa.
Paus pilot adalah salah satu anggota terbesar dari keluarga lumba-lumba, kedua setelah paus pembunuh dalam hal ukuran, menurut American Cetacean Society (ACS).
Paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) dan paus pilot sirip panjang terlihat hampir sama ketika dilihat di alam liar, tetapi dua spesies berbeda dalam panjang sirip, jumlah gigi dan bentuk tengkorak. Sirip pendek ditemukan di daerah subtropis dan tropis, sedangkan sirip panjang ditemukan di lintang lebih tinggi dari kedua belahan, menurut ACS.
Paus pilot sirip panjang adalah spesies paus pilot yang paling umum di perairan sekitar Selandia Baru, menurut DOC.
Kedua spesies paus pilot itu sangat sosial dan melakukan perjalanan dalam kelompok 20 hingga 90 individu, menurut ACS, dan bukan hal yang luar biasa bagi kelompok besar untuk saling berangkai.
Kasus paus pilot terdampar terbesar terjadi pada tahun 1918 dan mencakup sekitar 1.000 paus di Kepulauan Chatham, 497 mil (800 km) timur Pulau Selatan Selandia Baru, menurut DOC. Tapi mengapa paus menunjukkan perilaku mematikan ini tetap menjadi misteri bagi para ilmuwan.
Hipotesis yang paling diakui adalah bahwa ekolokasi paus tidak begitu efektif di perairan dangkal dekat pantai dibandingkan di daerah curam di tepian landas kontinen, menurut DOC. Seperti cetacea lainnya, paus pilot menggunakan ekolokasi untuk menemukan mangsanya (paus pilot memakan cumi-cumi terutama, tetapi juga gurita, cumi-cumi dan ikan kecil, seperti ikan haring).
Ada kemungkinan bahwa ketika paus mengikuti mangsa mereka lebih dekat ke pantai, paus menjadi bingung dan tidak dapat menemukan jalan mereka kembali ke laut.
Teori lain mendalilkan bahwa kecenderungan sosial paus menyebabkan ketika satu paus terdampar ke darat, yang lain mengikuti untuk membantu, dan mengalami kejadian tragis terjebak sendiri. Itu juga bisa menjadi kombinasi faktor-faktor yang menyebabkan hewan itu terdampar, tetapi alasan tersebut tetap tidak diketahui.
LIVE SCIENCE | DOC