TEMPO.CO, Jakarta - Koaksi Indonesia, organisasi nirlaba program pembangunan berkelanjutan, melakukan studi mengenai Dinamika Hulu-Hilir Industri Biodiesel di Indonesia. Berdasarkan studi tersebut, Koaksi Indonesia mengusulkan beberapa langkah strategis untuk pengembangan dan penguatan industri biodiesel.
Baca juga: Orang Jepang Heran Biodiesel Buatan Indonesia, Kok Bisa?
"Koaksi Indonesia mengusulkan langkah strategis yaitu, pengembangan kebijakan biodiesel harus dilakukan secara lebih terarah, terukur, serta mendorong integrasi yang lebih baik diantara sektor terkait," ujar Program Manager Koaksi Indonesia Azis Kurniawan, di Ruang Sasono Mulyo 3, Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu, 5 November 2018.
Biodiesel merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang digunakan untuk menggantikan bahan bakar diesel konvensional. Dalam studi yang berjudul 'Dinamika Hulu-Hilir Industri Biodiesel di Indonesia' itu, dijelaskan bahwa biodiesel dapat menurunkan emisi gas buang, sehingga menjadi lebih bersih dan ramah lingkungan.
Pemanfaatan energi terbarukan menjadi bagian upaya mitigasi perubahan iklim, kata Aziz, yang mengurangi penggunaan energi fosil. Sejauh ini, energi fosil adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar, baik di tingkat global maupun nasional.
Baca juga: Benarkah Program Biodiesel Mengancam Bisnis Logistik?
"Langkah kedua, peningkatan produktivitas sebesar 1,4 ton per hektare dari rata-rata produksi sekarang yang hanya 2,7 ton per hektare dapat memenuhi permintaan biodiesel hingga tahun 2025 sebesar 11,75 juta kilo liter. Tidak ada kebutuhan penambahan lahan," kata Aziz.
Ketiga, Aziz melanjutkan, Penguatan standar keberlanjutan yang sudah ada, menjadi langkah safeguarding yang tepat saat ini terhadap isu keberlanjutan lingkungan. Dan penunjukan dedicated area atau arahan blueprint tim nasional pengembangan BBN 2006 – 2025, menjadikan perhitungan strategi peningkatan produktifitas, emisi life cycle dilakukan berdasarkan kalkulasi yang jelas.
Indonesia mengandalkan kelapa sawit sebagai bahan baku utama implementasi kebijakan biodiesel domestik. "Meskipun sebenarnya kesempatan untuk mendiversifikasi bahan baku biodiesel terbuka lebar, karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa," lanjut Aziz.
Kelangsungan kebijakan biodiesel di hilir terkait erat dengan penentuan kebijakan industri kelapa sawit di hulu. Kompleksitasnya, kata Aziz terlihat dari industri biodiesel nasional dengan mata rantai yang panjang, serta lekat dengan berbagai isu pembangunan, meliputi sosial, ekonomi, serta lingkungan.
Baca juga: Luhut Pandjaitan: Penggunaan Biodiesel Hemat 5 Miliar Dolar AS
Simak artikel menarik lainnya seputar biodiesel hanya di kanal Tekno Tempo.co.