TEMPO.CO, Bandung - Dua institusi pemantau gempa dunia yang berbasis di Eropa mencatat adanya gempa bumi berskala magnitude 5 di perairan Selat Sunda sebelum tsunami 22 Desember. Waktunya pada pukul 20.55 WIB. Namun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tidak menilainya sebagai gempa.
Baca: Longsoran 64 Ha Gunung Anak Krakatau Picu Tsunami Selat Sunda
Baca: BMKG Pastikan Tsunami Selat Sunda Terkait Gunung Anak Krakatau
Pada laman https://m.emsc.eu/earthquake/earthquake.php?evid=734380 tertera informasi kekuatan gempa bermagnitude 5 di wilayah Selat Sunda pada 22 Desember 2018. Waktu lokalnya pukul 20.55 WIB.
Titik sumber gempa berada pada koordinat 6.16 S dan 105.67 E dengan kedalaman 5 kilometer. Jaraknya sekitar 106 km barat Tangerang, atau 93 kilometer tenggara Bandarlampung, atau sekitar 51 km sebelah barat Pandeglang.
Dari keterangannya, laman situs itu milik Centre Sismologique Euro-Méditerranéen (CESM) atau European-Mediterranean Seismological Centre (EMSC) yang berada di Prancis.
Informasi serupa juga muncul di laman https://geofon.gfz-potsdam.de/eqinfo/list.php, namun ada sedikit perbedaan data. Pada hari dan jam yang sama, tercatat gempa bermagnitude 5,1 dengan titik sumber gempa atau episenter di koordinat 105.44°E dan 6.15°S. Adapun kedalaman sumber gempanya tertulis 0 kilometer.
Lembaga pemantau gempa bumi dan berjaringan global yang berada di Jerman itu bagian dari European-Mediterranean Seismological Centre (EMSC).
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, catatan itu bukan data gempa bumi melainkan longsoran material Gunung Anak Krakatau. "Kalau gempa dengan kekuatan (magnitude) 5, mana ada manusia tidak merasakan," katanya saat dihubungi Senin, 24 Desember 2018.
BMKG menyatakan ikut mencatat adanya getaran dari Selat Sunda. "Episenter di kaki, lereng Gunung Anak Krakatau," kata Rahmat. Getaran itu disebutnya dari longsoran material gunung ke laut yang kemudian memicu tsunami, di antaranya sekitar setengah jam kemudian sampai di pesisir barat Banten.
Menurut Rahmat, getaran longsoran itu tercatat di sensor Banten dan Lampung. Hasil analisis datanya, getaran itu setara dengan gempa dengan magnitude 3,4. Dia mengatakan sensor gempa BMKG sanggup mencatat getaran akibat longsor seperti pernah terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. "Uji coba nuklir Korea Utara saja kita tahu, padahal itu bukan gempa," katanya.
Simak artikel lainnya tentang tsunami Selat Sunda di kanal Tekno Tempo.co.