TEMPO.CO, Bandung - Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia Aji Rachmat mengatakan daerah terdampak tsunami Selat Sunda di Banten kini tergolong rawan oleh ular tanah yang memiliki bisa mematikan.
Baca: Setelah Tsunami, Banten Rawan Ular Tanah Mematikan
"Bisa ular ini jenisnya Haemotoxcyn, jika mengigit akan merusak jaringan darah, melepuh, bengkak dan mual, hingga muntah darah," katanya, Selasa, 1 Januari 2019.
Orang yang dipatuk atau digigit ular tanah, akibatnya bisa fatal jika tanpa pertolongan dalam waktu 10-12 jam setelah teracuni bisa. "Dampaknya akan mengakibatkan kecacatan atau kematian," ujarnya.
Tindakan pertama jika orang digigit ular tanah yaitu imobilisasi atau dibidai. Cara itu untuk menahan bagian yang kena gigitan tidak bergerak dengan alat seperti kayu, bambu dan sejenisnya. pengikatan bagian yang tergigit dengan kayu atau sejenisnya.
Cara itu bertujuan agar fase lokal bisa ular tidak segera berubah menjadi fase sistemik ke dalam tubuh. "Setelah digigit, luka tidak boleh disobek, disedot atau ditekan-tekan," kata Aji. Setelah itu larikan korban ke rumah sakit terdekat untuk mendapat antivenom.
Pembersihan puing pasca tsunami Selat Sunda di daerah Banten rawan serangan ular tanah yang mematikan. Satwa bernama ilmiah Agkistrodon rhodostoma memiliki bisa atau racun yang tinggi sehingga berbahaya. "Provinsi Banten adalah habitat ular tanah atau oray gibuk dalam bahasa lokal," kata Aji.
Saat membersihkan puing dan sampah di kawasan terdampak Tsunami Selat Sunda, petugas, warga atau relawan diminta berhati-hati. Beberapa kasus laporan sudah masuk soal keberadaan ular tanah di lokasi puing bangunan. "Banten memang daerah endemik ular tanah sejak dulu, sudah banyak korbannya," kata Aji.
Ular berwarna coklat dengan motif pada tubuhnya dan berbentuk kepala segitiga ini sangat mudah ditemukan di kebun masyarakat hingga pekarangan rumah. Menurut Aji, ular tanah sering mematuk warga yang secara tidak sengaja menginjak atau menyentuhnya.
Saat ini di daerah terdampak tsunami, ular tanah akan mencari lokasi yang nyaman untuk mencari makan dan sembunyi. Tsunami, kata Aji, banyak membuka area baru yang memungkinkan ular beraktivitas dan berkeliaran tanpa terganggu manusia untuk mencari makan.