TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) M.M. Sarinanto mengatakan pemanfaatan teknologi energi surya di Indonesia saat ini kian marak.
Baca: BPPT: Indonesia Harus Manfaatkan Listrik Tenaga Surya
"Hingga tahun 2018, pemanfaatan energi surya melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tercatat sebesar 94,42 MWp. Rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN, menargetkan penggunaan energi surya di Indonesia adalah hingga 1.047 MegaWattpeak (MWp) sampai dengan tahun 2025," katanya.
Menurut Sarinanto, laboratorium pengujian modul PV milik BPPT dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah dalam menetapkan kebijakan pemberlakuan SNI wajib untuk SNI 61215.
"Laboratorium ini juga dapat dijadikan laboratorium acuan nasional bagi industri modul surya, sehingga akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas modul surya dalam negeri, serta mengefisienkan biaya produksi," ungkapnya.
Perlu diketahui bahwa SNI IEC 612152016 merupakan hasil adopsi identik dari standar internasional IEC 61215:2016 berjudul modul fotovoltaik terestrial (PV) kualifikasi desain dan pengesahan jenis yang terdiri dari dua bagian.
"Tujuan dari urutan pengujian ini adalah untuk menentukan karakteristik termal dan listrik dari modul surya serta untuk menunjukkan bahwa modul tersebut mampu menahan terhadap paparan matahari yang cukup lama pada cuaca luar yang terbuka," katanya.
Umur modul surya yang sangat berkualitas, kata Sarinanto, akan tergantung pada desain, lingkungan dan kondisi di mana modul surya dioperasikan.
"Pengujian terdiri dari 19 tahapan uji kualitas modul (module quality test, MQT), dimulai dengan visual inspection Module Qualification Test (MQT 1) sampai dengan pengujian stabilisasi akhir MQT 19," imbuhnya.
Simak artikel lainnya tentang BPPT di kanal Tekno Tempo.co.