TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan di San Jose, California, Amerika Serikat, menolak permintaan Yahoo untuk penyelesaian kasus kebocoran data email pengguna. Perusahaan teknologi tersebut dinilai tidak transparan.
Baca: Terungkap, 3 Miliar Akun Yahoo Dicuri pada 2013
Hakim Distrik Lucy Koh menyatakan proposal penyelesaian masalah tersebut tidak adil, setara dan masuk akal secara fundamental karena tidak menyatakan berapa banyak korban yang dapat dipulihkan, seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 30 Januari 2019.
Yahoo dinilai lambat melaporkan tiga celah keamanan dari 2013 hingga 2016 yang berdampak pada 3 miliar akun. Hal itu menjadi salah satu kebocoran data terbesar dalam sejarah.
Yahoo menyanggupi membayar US$ 50 juta dan pengawasan gratis selama dua tahun untuk sekitar 200 juta orang di AS dan Israel dengan total akun 1 miliar.
Tapi, hakim mengatakan proposal tersebut tidak menyatakan jumlah dana untuk pengawasan dan jumlah pengguna yang dicantumkan terlalu besar. Hakim menyatakan secara tertutup Yahoo mengemukakan jumlah pengguna aktif padanya, tidak sebesar yang dikemukakan di atas.
Selain itu, Koh juga menilai biaya maksimum US$ 35 juta untuk pengacara penggugat terlalu tinggi karena teori legal kasus tersebut tidak terlalu asing.
Salah seorang pengacara penggugat tidak berkomentar.
Yahoo saat ini merupakan bagian dari Verizon Communication Inc. Atas kasus ini, Verizon menyatakan, "meskipun permintaan penyelesaian tidak dikabulkan, kami yakin dapat menempuh jalur yang berkelanjutan".
Yahoo baru mengumumkan dampak kebocoran data tersebut setelah setuju bisnis internet itu dibeli Verizon senilai US$ 4,83 miliar pada Juli 2016 lalu. Kasus ini mengakibatkan harga jual Yahoo turun menjadi US$ 4,48 miliar.
Jaksa pada 2017 lalu menuduh dua agen rahasia Rusia dan dua peretas berhubungan dengan salah satu kebocoran Yahoo. Seorang peretas dinyatakan bersalah.
ANTARA